Obat merupakan unsur penting dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu akses masyarakat terhadap obat harus diperluas mencakup ketersediaan jenis maupun jumlahnya. Selain itu, perlu diperhatikan pula jaminan terhadap keamanan, khasiat, dan mutu obat serta penyebaran yang merata dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Untuk menggalakkan kembali penggunaan obat generik di sarana pelayanan kesehatan utamanya milik Pemerintah, dilakukan langkah-langkah strategis.
Pertama, peningkatan efisiensi penggunaan obat melalui penggunaan obat yang rasional dan harga terjangkau, harus dilaksanakan dengan didasarkan pada risk-benefit ratio dan cost benefit ratio.Diharapkan organisasi propinsi dan IDI berperan besar agar para dokter meresepkan obat generik.
Kedua, peningkatan promosi penggunaan obat yang rasional utamanya obat esensial generik, untuk menyeimbangkan promosi/iklan obat yang berlebihan dengan pendekatan edukatif bagi masyarakat dan profesi kesehatan, dan ketentuan yang jelas tentang etika promosi obat yang lebih etis dan objektif serta implementasi dari code of conduct.
Ketiga, untuk menjamin kesinambungan suplai obat dilakukan dengan meningkatkan daya saing industri farmasi nasional dan infrastruktur jaringan distribusi dan jika diperlukan diberikan insentif ekonomi yang wajar, tanpa mengabaikan jaminan terhadap kasiat, keamanan dan mutu.
Keempat, sinergisme seluruh stakeholder terkait yakni pemerintah, lintas sektor, swasta, profesi dan masyarakat itu sendiri dalam upaya. untuk meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat.
Kelima, untuk program jangka panjang dilakukan melalui skim Managed Care atau Sistem Jaminan Sosial Nasional yang melibatkan provider (dokter, rumah sakit dan pasien) dan third-party payer (managed care organization/MCO) yang menjembatani antara provider dan pasien, dengan meyediakan jenis pelayanan sesuai kebutuhan melalui pembatasan utilisasi yang berlebihan dan pengendalian biaya yang dikeluarkan.
Hal ini disampaikan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH. Dr. PH saat membuka Seminar Revitalisasi Penggunaan Obat Generik di Sarana Pelayanan Pemerintah, di Jakarta (12/01). Revitalisasi penggunaan obat generik merupakan salah satu Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.
Menkes menjelaskan, sidang ke-55 World Health Assembly (WHA) tahun 2002 menganggap perlunya memperkuat kembali (revitalisasi) posisi obat esensial dalam mengatasi ketersediaan dan keterjangkauan obat dengan keluarnya satu resolusi mengenai jaminan atas akses terhadap obat esensial, (Resolution WHA A55/49) "Ensuring Accessibility of Essential Medicines".
Resolusi tersebut, menurut Menkes, juga memperkuat DOHA Ministerial Declaration on the TRIPs Agreement and Public Health November 2001. Dinyatakan, setiap negara perlu memiliki komitmen atas pemanfaatan fleksibilitas ketentuan perdagangan dunia seperti HKI (Hak atas Kekayaan Intelektual - TRIPs) untuk kepentingan rakyatnya dalam hal akses terhadap obat esensial yang terjangkau, khususnya saat keadaan kritis dan mengancam jiwa (life threatening).
"Kedua komitmen global tersebut sangatlah penting artinya bagi negara berkembang yang umumnya memiliki keterbatasan dana untuk obat dan infrastruktur lain, termasuk Indonesia," tegas Menkes.
Untuk Indonesia, kedua komitmen global tersebut sangat relevan untuk memperkuat Kebijakan Obat Nasional (KONAS) sebagai komitmen dan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan di bidang obat, tambah Menkes.
KONAS merupakan kebijakan yang menyeluruh, mencakup berbagai unsur meliputi sumber daya, infrastruktur, serta aspek lainnya yang sejalan dengan tujuan KONAS yang mencakup antara lain menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat terutama obat esensial. Menjamin keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang beredar serta melindungi masyarakat dari penggunaan dan penyalahgunaan obat, serta menjamin penggunaan obat yang rasional.
Penggunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan publik telah dicanangkan sejak tahun 1989 dan telah dikenal di masyarakat, tetapi hasilnya belum menggembirakan. Bahkan, beberapa tahun terakhir ini mengalami penurunan yang cukup signifikan terlihat dari trend pasar obat nasional.
Dalam lima tahun terakhir, pasar obat generik turun dari Rp.2,525 Triliun (10,0% dari pasar nasional) menjadi Rp.2,372 Triliun (7,2% dari pasar nasional). Sementara pasar obat nasional meningkat dari Rp. 23,590 Triliun i tahun 2005, menjadi Rp.32,938 Triliun tahun 2009.
Sementara itu, ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan baru mencapai 69,74% dari target 95%, anggaran untuk obat esensial generik di sektor publik sebesar 14,47% dengan target setara dengan 2 USD perkapita. Peresepan obat generik di Puskesmas mencapai 90%, sementara di RSU serta RS Swasta dan apotek masing-masing 66% dan 49%.
Berdasarkan data diatas, ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat khususnya obat esensial dapat dicapai antara lain melalui rasionalisasi harga obat dan revitalisasi penggunaan obat generik.
Pada seminar yang dihadiri pejabat Eselon I dan II di lingkungan Kementerian Kesehatan, Direktur RS se-Jabodetabek, serta Dekan Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan Farmasi se-Jabodetabek, Menkes menegaskan, akses terhadap obat, terutama obat esensial merupakan hak azasi manusia yang wajib dipenuhi pemerintah dan lembaga pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta. Pemerintah akan terus mendorong dan mempromosikan penggunaan obat generik secara berkesinambungan dan konsisten sebagai salah satu langkah untuk pencapaian pemerataan dan keterjangkauan obat.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id, info@puskom.depkes.go.id, kontak@puskom.depkes.go.id.
Senin, 18 Januari 2010
hukum kesehatan
HUKUM KESEHATAN
I. Pendahuluan
Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan.
Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada awalnya pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dengan penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam kalangan kesehatan sebagai paradigma sehat.
Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya paradigma sehat maka segala kegiatan apapun harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan peningkatan kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Secara ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah yang dimaksud dengan hukum kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi muatan peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di masa mendatang.
Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran, baik secara teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada hukum sebagai norma dengan pembatasan pada masalah kesehatan secara umum melalui tradisi keilmuan hukum.
Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga) kelompok sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan hukum yang timbul maka digunakan pendekatan konseptual, statuta, historis, dogmatik, dan komparatif. Namun adanya keterbatasan waktu maka kajian ini dibatasi hanya melihat peraturan perundang-undangan bidang kesehatan.
II. Batasan dan Lingkup Hukum Kesehatan
Van der Mijn di dalam makalahnya menyatakan bahwa, “…health law as the body of rules that relates directly to the care of health as well as the applications of general civil, criminal, and administrative law”.(1)
Lebih luas apa yang dikatakan Van der Mijn adalah pengertian yang diberikan Leenen bahwa hukum kesehatan adalah “…. het geheel van rechtsregels, dat rechtstreeks bettrekking heft op de zorg voor de gezondheid en de toepassing van overig burgelijk, administratief en strafrecht in dat verband. Dit geheel van rechtsregels omvat niet alleen wettelijk recht en internationale regelingen, maar ook internationale richtlijnen gewoonterecht en jurisprudenterecht, terwijl ook wetenschap en literatuur bronnen van recht kunnen zijn”.(2)
Dari apa yang dirumuskan Leenen tersebut memberikan kejelasan tentang apa yang dimaksudkan dengan cabang baru dalam ilmu hukum, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan (zorg voor de gezondheid). Rumusan tersebut dapat berlaku secara universal di semua negara. Dikatakan demikian karena tidak hanya bertumpu pada peraturan perundang-undangan saja tetapi mencakup kesepakatan/peraturan internasional, asas-asas yang berlaku secara internasional, kebiasaan, yurisprudensi, dan doktrin.
Di sini dapat dilukiskan bahwa sumber hukum dalam hukum kesehatan meliputi hukum tertulis, yurisprudensi, dan doktrin. Dilihat dari objeknya, maka hukum kesehatan mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan (zorg voor de gezondheid).
Dengan demikian dapat dibayangkan bahwa hukum kesehatan cukup luas dan kompleks. Jayasuriya mengidentifikasikan ada 30 (tiga puluh) jenis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesehatan.(3)
Secara umum dari lingkup hukum kesehatan tersebut, materi muatan yang dikandung didalamnya pada asasnya adalah memberikan perlindungan kepada individu, masyarakat, dan memfasilitasi penyelenggaraan upaya kesehatan agar tujuan kesehatan dapat tercapai. Jayasuriya bertolak dari materi muatan yang mengatur masalah kesehatan menyatakan ada 5 (lima) fungsi yang mendasar, yaitu pemberian hak, penyediaan perlindungan, peningkatan kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan penilaian terhadap kuantitas dan kualitas dalam pemeliharaan kesehatan.(4)
Dalam perjalanannya diingatkan oleh Pinet bahwa untuk mewujudkan kesehatan untuk semua, diidentifikasikan faktor determinan yang mempengaruhi sekurang-kurangnya mencakup, “... biological, behavioral, environmental, health system, socio economic, socio cultural, aging the population, science and technology, information and communication, gender, equity and social justice and human rights”.(5)
III. Landasan Hukum Kesehatan
Hermien Hadiati Koeswadji menyatakan pada asasnya hukum kesehatan bertumpu pada hak atas pemeliharaan kesehatan sebagai hak dasar social (the right to health care) yang ditopang oleh 2 (dua) hak dasar individual yang terdiri dari hak atas informasi (the right to information) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self determination).(6)
Sejalan dengan hal tersebut Roscam Abing mentautkan hukum kesehatan dengan hak untuk sehat dengan menyatakan bahwa hak atas pemeliharaan kesehatan mencakup berbagai aspek yang merefleksikan pemberian perlindungan dan pemberian fasilitas dalam pelaksanaannya. Untuk merealisasikan hak atas pemeliharaan bisa juga mengandung pelaksanaan hak untuk hidup, hak atas privasi, dan hak untuk memperoleh informasi.(7)
Demikian juga Leenen secara khusus, menguraikan secara rinci tentang segala hak dasar manusia yang merupakan dasar bagi hukum kesehatan.(8)
IV. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan
Sebenarnya dalam kajian ini akan disajikan menyangkut seluruh lingkup hukum kesehatan, namun keterbatasan waktu, maka penyajian dibatasi pada materi muatan peraturan perundang-undangan bidang kesehatan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan seringkali dikatakan sebagian masyarakat kesehatan dengan ucapan saratnya peraturan. Peraturan dimaksud dapat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku umum dan berbagai ketentuan internal bagi profesi dan asosiasi kesehatan. Agar diperoleh gambaran yang lebih menyeluruh maka digunakan susunan 3 (tiga) komponen dalam suatu sistem hukum seperti yang dikemukakan Schuyt.(9) Ketiga komponen dimaksud adalah keseluruhan peraturan, norma dan ketetapan yang dilukiskan sebagai sistem pengertian, betekenissysteem, keseluruhan organisasi dan lembaga yang mengemban fungsi dalam melakukan tugasnya, organisaties instellingen dan keseluruhan ketetapan dan penanganan secara konkret telah diambil dan dilakukan oleh subjek dalam komponen kedua, beslisingen en handelingen.
Dalam komponen pertama yang dimaksudkan adalah seluruh peraturan, norma dan prinsip yang ada dalam penyelenggaraan kegiatan di bidang kesehatan. Bertolak dari hal tersebut dapat diklasifikasikan ada 2 (dua) bentuk, yaitu ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh penguasa dan ketentuan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi kesehatan. Hubungan antara keduanya adalah ketentuan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi kesehatan serta sarana kesehatan hanya mengikat ke dalam dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang dibuat oleh penguasa. Menurut inventarisasi yang dilakukan terhadap ketentuan yang dikeluarkan penguasa dalam bentuk peraturan perundang-undangan terdapat 2 (dua) kategori, yaitu yang bersifat menetapkan dan yang bersifat mengatur.
Dari sudut pandang materi muatan yang ada dapat dikatakan mengandung 4 (empat) obyek, yaitu:
1. Pengaturan yang berkaitan dengan upaya kesehatan;
2. Pengaturan yang berkaitan dengan tenaga kesehatan;
3. Pengaturan yang berkaitan dengan sarana kesehatan;
4. Pengaturan yang berkaitan dengan komoditi kesehatan.
Apabila diperhatikan dari ketentuan tersebut terkandung prinsip perikemanusiaan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan sendiri.(10)
Selanjutnya dari ketentuan yang ada dalam keputusan dan peraturan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi bidang kesehatan serta sarana kesehatan adalah mencakup kode etik profesi, kode etik usaha dan berbagai standar yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
Apabila diperhatikan prinsip-prinsip yang dikandung dalam ketentuan ini mencakup 4 (empat) prinsip dasar, yaitu autonomy, beneficence, non maleficence dan justice.(11)
Sebelum memasuki komponen kedua, perlu dibahas terlebih dahulu komponen ketiga mengenai intervensi yang berupa penanganan yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur. Komponen ini merupakan aktualisasi terhadap komponen ideal yang ada dalam komponen pertama. Bila diperhatikan isi ketentuan yang ada dimana diperlukan penanganan terdapat 4 (empat) sifat, yaitu:
1. Perintah (gebod) yang merupakan kewajiban umum untuk melakukan sesuatu;
2. Larangan (verbod) yang merupakan kewajiban umum untuk tidak melakukan sesuatu;
3. Pembebasan (vrijstelling, dispensatie) berupa pembolehan khusus untuk tidak melakukan sesuatu yang secara umum diharuskan.
4. Izin (toesteming, permissie) berupa pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu yang secara umum dilarang.(12)
Tindakan penanganan yang dilakukan apakah sudah benar atau tidak, kiranya dapat diukur dengan tatanan hukum seperti yang dikemukakan oleh Nonet dan Selznick, yaitu apakah masih bersifat represif, otonomous atau responsive.(13)
Selanjutnya dengan komponen kedua tentang organisasi yang ada dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian besar yaitu organisasi pemerintah dan organisasi / badan swasta.
Pada organisasi pemerintah mencakup aparatur pusat dan daerah serta departemen dan lembaga pemerintah non departemen. Pada sektor swasta terdapat berbagai organisasi profesi, asosiasi dan sarana kesehatan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang kesehatan.
Dari susunan dalam 3 (tiga) komponen tersebut secara global menurut Schuyt bahwa tujuan yang ingin dicapat adalah (14):
1. Penyelenggaraan ketertiban sosial;
2. Pencegahan dari konflik yang tidak menyenangkan;
3. Jaminan pertumbuhan dan kemandirian penduduk secara individual;
4. Penyelenggaraan pembagian tugas dari berbagai peristiwa yang baik dalam masyarakat;
5. Kanalisasi perubahan sosial.
V. Hukum Kesehatan di Masa Mendatang
Hermien Hadiati Koeswadji mencatat bahwa dari apa yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan yang ada perlu terus ditingkatkan untuk (15):
1. Membudayakan perilaku hidup sehat dan penggunaan pelayanan kesehatan secara wajar untuk seluruh masyarakat;
2. Mengutamakan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit;
3. Mendorong kemandirian masyarakat dalam memilih dan membiayai pelayanan kesehatan yang diperlukan;
4. Memberikan jaminan kepada setiap penduduk untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan;
5. Mengendalikan biaya kesehatan;
6. Memelihara adanya hubungan yang baik antara masyarakat dengan penyedia pelayanan kesehatan;
7. Meningkatkan kerjasama antara upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat melalui suatu bentuk pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat yang secara efisien, efektif dan bermutu serta terjangkau oleh masyarakat.
Untuk itu dukungan hukum tetap dan terus diperlukan melalui berbagai kegiatan untuk menciptakan perangkat hukum baru, memperkuat terhadap tatanan hukum yang telah ada dan memperjelas lingkup terhadap tatanan hukum yang telah ada.
Beberapa hal yang perlu dicatat disini adalah yang berkaitan dengan:
1. Eksistensi Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional yang telah ada harus diperkuat dan harus merupakan organisasi yang independen sehingga dapat memberikan pertimbangan lebih akurat;
2. Perlu dibangun keberadaan Konsil untuk tenaga kesehatan dimana lembaga tersebut merupakan lembaga yang berwenang untuk melakukan pengaturan berbagai standar yang harus dipenuhi oleh tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam dunia kedokteran dan kedokteran gigi telah dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
3. Perlu dibangun lembaga registrasi tenaga kesehatan dalam upaya untuk menilai kemampuan profesional yang dimiliki tenaga kesehatan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Bagi tenaga dokter dan dokter gigi peranan Konsil Kedokteran Indonesia dan organisasi profesi serta Departemen Kesehatan menjadi penting;
4. Perlu dikaji adanya lembaga Peradilan Disiplin Profesi Tenaga Kesehatan. Dimana untuk tenaga medis telah dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004;
5. Perlu dibangun lembaga untuk akreditasi berbagai sarana kesehatan.
VI. Kesimpulan
Dari apa yang telah diuraikan diatas, hukum kesehatan merupakan cabang ilmu hukum yang baru. Untuk itu masih terbuka kesempatan yang luas bagi para ahli hukum melakukan berbagai pengembangan dengan tujuan tersedianya perlindungan yang menyeluruh baik untuk masyarakat penerima pelayanan kesehatan maupun tenaga dan sarana kesehatan pemberi pelayanan kesehatan. Kajian dapat dilakukan baik secara sektoral maupun dimensional melalui inter dan multidisiplin.
CATATAN KAKI
(1) Van der Mijn, 1984, ”The Development of Health Law in the Nederlands”, Makalah yang disampaikan dalam Seminar Sehari ”Issues of Health Law”, Tim Pengkajian Hukum Kedokteran, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI bekerja sama dengan PERHUKI dan PB IDI, Jakarta, hal 2.
(2) H.J.J. Leenen, 1981, Gezondheidszorg en recht, een gezondheidsrechtelijke studie, Samson uitgeverij, alphen aan den rijn/Brussel, hal 22.
(3) D.C.Jayasuriya, 1997, Health Law, International and Regional Perspectives, Har-Anand Publication PUT Ltd, New Delhi India, hal 16-28.
(4) Ibid, hal 33.
(5) Genevieve Pinet, 1998, “Health Challenges of The 21st Century a Legislative Approach to Health Determinants”, Artikel dalam International Digest of Health Legislations, Vol 49 No. 1, 1998, Geneve, hal 134.
(6) Hermien Hadiati Koeswadji, 1998, Hukum Kedokteran, Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 22.
(7) Roscam Abing, 1998, “Health, Human Rights and Health Law The Move Towards Internationalization With Special Emphasis on Europe” dalam journal International Digest of Health Legislations, Vol 49 No. 1, 1998, Geneve, hal 103 dan 107.
(8) HJJ. Leenen, 1981, Recht en Plicht in de Gezondheidszorg, Samson Uitgeverij, Alphen aan den Rijn/Brussel.
(9) Schuyt, 1983, Recht en Samenleving, van Gorcum, Assen, hal 11-12.
(10) Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
(11) Lihat Tom L. Beauchamp dan James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics, 1994, Oxford University Press, New York, hal 38.
(12) Bruggink, 1993, Rechtsrefleeties, Grondbegrippen uit de Rechtstheorie, Kluwer, Deventer, hal 72.
(13) Philipie Nonet dan Philip Selznick, 1978, Law and Society in Transition, Toward, Responsive Law, Hasper Torch Books, New York.
(14) Schuyt, op.cit, hal 19.
(15) Hermin Hadiati Koeswadji, 2002, Hukum Untuk Perumahsakitan, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal 17-18.
Oleh : Faiq Bahfen
biro Hukum & Organisasi Departemen Kesehatan R.I.
Jalan H.R. Rasuna Blok X5 Kav No. 4-9 Kuningan, Jakarta Selatan 12950
I. Pendahuluan
Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan.
Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada awalnya pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dengan penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam kalangan kesehatan sebagai paradigma sehat.
Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya paradigma sehat maka segala kegiatan apapun harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan peningkatan kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Secara ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah yang dimaksud dengan hukum kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi muatan peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di masa mendatang.
Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran, baik secara teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada hukum sebagai norma dengan pembatasan pada masalah kesehatan secara umum melalui tradisi keilmuan hukum.
Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga) kelompok sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan hukum yang timbul maka digunakan pendekatan konseptual, statuta, historis, dogmatik, dan komparatif. Namun adanya keterbatasan waktu maka kajian ini dibatasi hanya melihat peraturan perundang-undangan bidang kesehatan.
II. Batasan dan Lingkup Hukum Kesehatan
Van der Mijn di dalam makalahnya menyatakan bahwa, “…health law as the body of rules that relates directly to the care of health as well as the applications of general civil, criminal, and administrative law”.(1)
Lebih luas apa yang dikatakan Van der Mijn adalah pengertian yang diberikan Leenen bahwa hukum kesehatan adalah “…. het geheel van rechtsregels, dat rechtstreeks bettrekking heft op de zorg voor de gezondheid en de toepassing van overig burgelijk, administratief en strafrecht in dat verband. Dit geheel van rechtsregels omvat niet alleen wettelijk recht en internationale regelingen, maar ook internationale richtlijnen gewoonterecht en jurisprudenterecht, terwijl ook wetenschap en literatuur bronnen van recht kunnen zijn”.(2)
Dari apa yang dirumuskan Leenen tersebut memberikan kejelasan tentang apa yang dimaksudkan dengan cabang baru dalam ilmu hukum, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan (zorg voor de gezondheid). Rumusan tersebut dapat berlaku secara universal di semua negara. Dikatakan demikian karena tidak hanya bertumpu pada peraturan perundang-undangan saja tetapi mencakup kesepakatan/peraturan internasional, asas-asas yang berlaku secara internasional, kebiasaan, yurisprudensi, dan doktrin.
Di sini dapat dilukiskan bahwa sumber hukum dalam hukum kesehatan meliputi hukum tertulis, yurisprudensi, dan doktrin. Dilihat dari objeknya, maka hukum kesehatan mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan (zorg voor de gezondheid).
Dengan demikian dapat dibayangkan bahwa hukum kesehatan cukup luas dan kompleks. Jayasuriya mengidentifikasikan ada 30 (tiga puluh) jenis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesehatan.(3)
Secara umum dari lingkup hukum kesehatan tersebut, materi muatan yang dikandung didalamnya pada asasnya adalah memberikan perlindungan kepada individu, masyarakat, dan memfasilitasi penyelenggaraan upaya kesehatan agar tujuan kesehatan dapat tercapai. Jayasuriya bertolak dari materi muatan yang mengatur masalah kesehatan menyatakan ada 5 (lima) fungsi yang mendasar, yaitu pemberian hak, penyediaan perlindungan, peningkatan kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan penilaian terhadap kuantitas dan kualitas dalam pemeliharaan kesehatan.(4)
Dalam perjalanannya diingatkan oleh Pinet bahwa untuk mewujudkan kesehatan untuk semua, diidentifikasikan faktor determinan yang mempengaruhi sekurang-kurangnya mencakup, “... biological, behavioral, environmental, health system, socio economic, socio cultural, aging the population, science and technology, information and communication, gender, equity and social justice and human rights”.(5)
III. Landasan Hukum Kesehatan
Hermien Hadiati Koeswadji menyatakan pada asasnya hukum kesehatan bertumpu pada hak atas pemeliharaan kesehatan sebagai hak dasar social (the right to health care) yang ditopang oleh 2 (dua) hak dasar individual yang terdiri dari hak atas informasi (the right to information) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self determination).(6)
Sejalan dengan hal tersebut Roscam Abing mentautkan hukum kesehatan dengan hak untuk sehat dengan menyatakan bahwa hak atas pemeliharaan kesehatan mencakup berbagai aspek yang merefleksikan pemberian perlindungan dan pemberian fasilitas dalam pelaksanaannya. Untuk merealisasikan hak atas pemeliharaan bisa juga mengandung pelaksanaan hak untuk hidup, hak atas privasi, dan hak untuk memperoleh informasi.(7)
Demikian juga Leenen secara khusus, menguraikan secara rinci tentang segala hak dasar manusia yang merupakan dasar bagi hukum kesehatan.(8)
IV. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan
Sebenarnya dalam kajian ini akan disajikan menyangkut seluruh lingkup hukum kesehatan, namun keterbatasan waktu, maka penyajian dibatasi pada materi muatan peraturan perundang-undangan bidang kesehatan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan seringkali dikatakan sebagian masyarakat kesehatan dengan ucapan saratnya peraturan. Peraturan dimaksud dapat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku umum dan berbagai ketentuan internal bagi profesi dan asosiasi kesehatan. Agar diperoleh gambaran yang lebih menyeluruh maka digunakan susunan 3 (tiga) komponen dalam suatu sistem hukum seperti yang dikemukakan Schuyt.(9) Ketiga komponen dimaksud adalah keseluruhan peraturan, norma dan ketetapan yang dilukiskan sebagai sistem pengertian, betekenissysteem, keseluruhan organisasi dan lembaga yang mengemban fungsi dalam melakukan tugasnya, organisaties instellingen dan keseluruhan ketetapan dan penanganan secara konkret telah diambil dan dilakukan oleh subjek dalam komponen kedua, beslisingen en handelingen.
Dalam komponen pertama yang dimaksudkan adalah seluruh peraturan, norma dan prinsip yang ada dalam penyelenggaraan kegiatan di bidang kesehatan. Bertolak dari hal tersebut dapat diklasifikasikan ada 2 (dua) bentuk, yaitu ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh penguasa dan ketentuan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi kesehatan. Hubungan antara keduanya adalah ketentuan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi kesehatan serta sarana kesehatan hanya mengikat ke dalam dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang dibuat oleh penguasa. Menurut inventarisasi yang dilakukan terhadap ketentuan yang dikeluarkan penguasa dalam bentuk peraturan perundang-undangan terdapat 2 (dua) kategori, yaitu yang bersifat menetapkan dan yang bersifat mengatur.
Dari sudut pandang materi muatan yang ada dapat dikatakan mengandung 4 (empat) obyek, yaitu:
1. Pengaturan yang berkaitan dengan upaya kesehatan;
2. Pengaturan yang berkaitan dengan tenaga kesehatan;
3. Pengaturan yang berkaitan dengan sarana kesehatan;
4. Pengaturan yang berkaitan dengan komoditi kesehatan.
Apabila diperhatikan dari ketentuan tersebut terkandung prinsip perikemanusiaan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan sendiri.(10)
Selanjutnya dari ketentuan yang ada dalam keputusan dan peraturan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi bidang kesehatan serta sarana kesehatan adalah mencakup kode etik profesi, kode etik usaha dan berbagai standar yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
Apabila diperhatikan prinsip-prinsip yang dikandung dalam ketentuan ini mencakup 4 (empat) prinsip dasar, yaitu autonomy, beneficence, non maleficence dan justice.(11)
Sebelum memasuki komponen kedua, perlu dibahas terlebih dahulu komponen ketiga mengenai intervensi yang berupa penanganan yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur. Komponen ini merupakan aktualisasi terhadap komponen ideal yang ada dalam komponen pertama. Bila diperhatikan isi ketentuan yang ada dimana diperlukan penanganan terdapat 4 (empat) sifat, yaitu:
1. Perintah (gebod) yang merupakan kewajiban umum untuk melakukan sesuatu;
2. Larangan (verbod) yang merupakan kewajiban umum untuk tidak melakukan sesuatu;
3. Pembebasan (vrijstelling, dispensatie) berupa pembolehan khusus untuk tidak melakukan sesuatu yang secara umum diharuskan.
4. Izin (toesteming, permissie) berupa pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu yang secara umum dilarang.(12)
Tindakan penanganan yang dilakukan apakah sudah benar atau tidak, kiranya dapat diukur dengan tatanan hukum seperti yang dikemukakan oleh Nonet dan Selznick, yaitu apakah masih bersifat represif, otonomous atau responsive.(13)
Selanjutnya dengan komponen kedua tentang organisasi yang ada dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian besar yaitu organisasi pemerintah dan organisasi / badan swasta.
Pada organisasi pemerintah mencakup aparatur pusat dan daerah serta departemen dan lembaga pemerintah non departemen. Pada sektor swasta terdapat berbagai organisasi profesi, asosiasi dan sarana kesehatan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang kesehatan.
Dari susunan dalam 3 (tiga) komponen tersebut secara global menurut Schuyt bahwa tujuan yang ingin dicapat adalah (14):
1. Penyelenggaraan ketertiban sosial;
2. Pencegahan dari konflik yang tidak menyenangkan;
3. Jaminan pertumbuhan dan kemandirian penduduk secara individual;
4. Penyelenggaraan pembagian tugas dari berbagai peristiwa yang baik dalam masyarakat;
5. Kanalisasi perubahan sosial.
V. Hukum Kesehatan di Masa Mendatang
Hermien Hadiati Koeswadji mencatat bahwa dari apa yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan yang ada perlu terus ditingkatkan untuk (15):
1. Membudayakan perilaku hidup sehat dan penggunaan pelayanan kesehatan secara wajar untuk seluruh masyarakat;
2. Mengutamakan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit;
3. Mendorong kemandirian masyarakat dalam memilih dan membiayai pelayanan kesehatan yang diperlukan;
4. Memberikan jaminan kepada setiap penduduk untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan;
5. Mengendalikan biaya kesehatan;
6. Memelihara adanya hubungan yang baik antara masyarakat dengan penyedia pelayanan kesehatan;
7. Meningkatkan kerjasama antara upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat melalui suatu bentuk pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat yang secara efisien, efektif dan bermutu serta terjangkau oleh masyarakat.
Untuk itu dukungan hukum tetap dan terus diperlukan melalui berbagai kegiatan untuk menciptakan perangkat hukum baru, memperkuat terhadap tatanan hukum yang telah ada dan memperjelas lingkup terhadap tatanan hukum yang telah ada.
Beberapa hal yang perlu dicatat disini adalah yang berkaitan dengan:
1. Eksistensi Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional yang telah ada harus diperkuat dan harus merupakan organisasi yang independen sehingga dapat memberikan pertimbangan lebih akurat;
2. Perlu dibangun keberadaan Konsil untuk tenaga kesehatan dimana lembaga tersebut merupakan lembaga yang berwenang untuk melakukan pengaturan berbagai standar yang harus dipenuhi oleh tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam dunia kedokteran dan kedokteran gigi telah dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
3. Perlu dibangun lembaga registrasi tenaga kesehatan dalam upaya untuk menilai kemampuan profesional yang dimiliki tenaga kesehatan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Bagi tenaga dokter dan dokter gigi peranan Konsil Kedokteran Indonesia dan organisasi profesi serta Departemen Kesehatan menjadi penting;
4. Perlu dikaji adanya lembaga Peradilan Disiplin Profesi Tenaga Kesehatan. Dimana untuk tenaga medis telah dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004;
5. Perlu dibangun lembaga untuk akreditasi berbagai sarana kesehatan.
VI. Kesimpulan
Dari apa yang telah diuraikan diatas, hukum kesehatan merupakan cabang ilmu hukum yang baru. Untuk itu masih terbuka kesempatan yang luas bagi para ahli hukum melakukan berbagai pengembangan dengan tujuan tersedianya perlindungan yang menyeluruh baik untuk masyarakat penerima pelayanan kesehatan maupun tenaga dan sarana kesehatan pemberi pelayanan kesehatan. Kajian dapat dilakukan baik secara sektoral maupun dimensional melalui inter dan multidisiplin.
CATATAN KAKI
(1) Van der Mijn, 1984, ”The Development of Health Law in the Nederlands”, Makalah yang disampaikan dalam Seminar Sehari ”Issues of Health Law”, Tim Pengkajian Hukum Kedokteran, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI bekerja sama dengan PERHUKI dan PB IDI, Jakarta, hal 2.
(2) H.J.J. Leenen, 1981, Gezondheidszorg en recht, een gezondheidsrechtelijke studie, Samson uitgeverij, alphen aan den rijn/Brussel, hal 22.
(3) D.C.Jayasuriya, 1997, Health Law, International and Regional Perspectives, Har-Anand Publication PUT Ltd, New Delhi India, hal 16-28.
(4) Ibid, hal 33.
(5) Genevieve Pinet, 1998, “Health Challenges of The 21st Century a Legislative Approach to Health Determinants”, Artikel dalam International Digest of Health Legislations, Vol 49 No. 1, 1998, Geneve, hal 134.
(6) Hermien Hadiati Koeswadji, 1998, Hukum Kedokteran, Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 22.
(7) Roscam Abing, 1998, “Health, Human Rights and Health Law The Move Towards Internationalization With Special Emphasis on Europe” dalam journal International Digest of Health Legislations, Vol 49 No. 1, 1998, Geneve, hal 103 dan 107.
(8) HJJ. Leenen, 1981, Recht en Plicht in de Gezondheidszorg, Samson Uitgeverij, Alphen aan den Rijn/Brussel.
(9) Schuyt, 1983, Recht en Samenleving, van Gorcum, Assen, hal 11-12.
(10) Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
(11) Lihat Tom L. Beauchamp dan James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics, 1994, Oxford University Press, New York, hal 38.
(12) Bruggink, 1993, Rechtsrefleeties, Grondbegrippen uit de Rechtstheorie, Kluwer, Deventer, hal 72.
(13) Philipie Nonet dan Philip Selznick, 1978, Law and Society in Transition, Toward, Responsive Law, Hasper Torch Books, New York.
(14) Schuyt, op.cit, hal 19.
(15) Hermin Hadiati Koeswadji, 2002, Hukum Untuk Perumahsakitan, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal 17-18.
Oleh : Faiq Bahfen
biro Hukum & Organisasi Departemen Kesehatan R.I.
Jalan H.R. Rasuna Blok X5 Kav No. 4-9 Kuningan, Jakarta Selatan 12950
Senin, 11 Januari 2010
2009-2011 NURSING DIAGNOSES
2009-2011 NURSING DIAGNOSES
ORGANIZED ACCORDING TO A NURSING FOCUS
BY DOENGES/MOORHOUSE DIAGNOSTIC DIVISIONS
* = New diagnosa
+ = Revised diagnosa
KEGIATAN / REST-Kemampuan untuk terlibat dalam diperlukan / dikehendaki aktivitas kehidupan (pekerjaan dan
waktu luang) dan untuk memperoleh cukup tidur / istirahat
Intoleransi Aktivitas
Aktivitas Intoleransi, risiko untuk
* Kegiatan Perencanaan, tidak efektif
Ketidakgunaan Sindrom, risiko untuk
Kegiatan Diversional, kekurangan
Kelelahan
Insomnia
Gaya hidup, tak berpindah-pindah
Mobilitas, gangguan tidur
Mobilitas, cacat kursi roda
Tidur, kesiapan untuk meningkatkan
Tidur
+ Tidur Pola, terganggu
Kemampuan transfer, terganggu
Berjalan, gangguan
SIRKULASI-Kemampuan untuk mengangkut oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi selular
kebutuhan
Otonom Dysreflexia
Otonom Dysreflexia, risiko untuk
* Perdarahan, risiko untuk
Output jantung, penurunan
Kapasitas Adaptive intrakranial, penurunan
* Perfusi, tidak efektif jaringan perifer
* Perfusi, risiko untuk jaringan jantung berkurang
* Perfusi, risiko untuk jaringan serebral tidak efektif
* Perfusi, risiko untuk pencernaan tidak efektif
* Perfusi, risiko untuk tidak efektif ginjal
* Shock, risiko untuk
INTEGRITAS EGO-Kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan keterampilan dan perilaku untuk mengintegrasikan dan
mengelola pengalaman hidup
Kegelisahan [menentukan level]
Kecemasan, kematian
Perilaku, rawan risiko kesehatan
Body Image, terganggu
Konflik, putusan (sebutkan)
+ Coping, defensif
Mengatasi, tidak efektif
Mengatasi, kesiapan untuk meningkatkan
Decision Making, kesiapan untuk meningkatkan
Penyangkalan, tidak efektif
Martabat, risiko untuk berkompromi manusia
Distress, moral
Energi Field, terganggu
Ketakutan
Berduka
Berduka, rumit
Berduka, risiko rumit
Hope, kesiapan untuk meningkatkan
Keputusasaan
+ Identity, terganggu pribadi
Post-Trauma Syndrome
Post-Trauma Syndrome, risiko untuk
Power, kesiapan untuk meningkatkan
Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan, risiko untuk
Rape-Trauma Syndrome
[Rape-Trauma Syndrome: senyawa reaksi-pensiun 2009]
[Rape-Trauma Syndrome: reaksi diam-pensiun 2009]
* Hubungan, kesiapan untuk meningkatkan
Religiusitas, cacat
Religiusitas, siap untuk meningkatkan
Religiusitas, risiko untuk diburukkan
Relocation Stress Syndrome
Stres relokasi Sindrom, risiko untuk
* Ketahanan, individu terganggu
* Ketahanan, kesiapan untuk meningkatkan
* Ketahanan, risiko untuk berkompromi
Konsep diri, kesiapan untuk meningkatkan
+ Self-Esteem, rendah kronis
Self-Esteem, rendah situasional
Self-Esteem, risiko rendah situasional
Kesedihan, kronis
Distress spiritual
Distress spiritual, risiko untuk
Spiritual Well-Being, kesiapan untuk meningkatkan
PENGHAPUSAN-Kemampuan untuk mengekskresikan produk limbah
Usus Incontinence
Sembelit
Sembelit, dirasakan
Sembelit, risiko untuk
Diare
* Motilitas, disfungsional gastrointestinal
* Motilitas, risiko untuk pencernaan disfungsional
Urin Penghapusan, terganggu
Urin Penghapusan, kesiapan untuk meningkatkan
Urinary Incontinence, fungsional
Urinary Incontinence, meluap
Urinary Incontinence, refleks
Urinary Incontinence, risiko untuk mendorong
Urinary Incontinence, stres
[Urinary Incontinence, total-pensiun 2009]
Urinary Incontinence, dorongan
Urinary Retention [akut / kronis]
MAKANAN / CAIRAN-Kemampuan untuk menjaga dan memanfaatkan asupan nutrisi dan cairan untuk bertemu
fisiologis
Menyusui, efektif
Menyusui, tidak efektif
Menyusui, sela
Pertumbuhan gigi, gangguan
* Elektrolit Ketidakseimbangan, risiko untuk
Kegagalan untuk berkembang, dewasa
Pola makan, bayi tidak efektif
Fluida Saldo, kesiapan untuk meningkatkan
[Fluid Volume, kekurangan hiper / hipotonik]
Fluid Volume, kekurangan [isotonik]
Fluid Volume, kelebihan
Fluid Volume, risiko kekurangan
+ Fluid Volume, risiko untuk seimbang
Glukosa, risiko darah tidak stabil
+ Fungsi Hati, risiko untuk diburukkan
Mual
Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, seimbang
Nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh, seimbang
Nutrisi: risiko untuk lebih dari kebutuhan tubuh, seimbang
Nutrisi, kesiapan untuk meningkatkan
Membran mukosa oral, terganggu
Menelan, gangguan
HYGIENE-Kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari
Self-Care, kesiapan untuk meningkatkan
Self-Care Deficit, mandi
Self-Care Deficit, berpakaian
Self-Care Deficit, makan
Self-Care Deficit, toilet
* Abaikan, diri
NEUROSENSORY-Kemampuan untuk memahami, mengintegrasikan, dan menanggapi internal dan eksternal
isyarat
Kebingungan, akut
Kebingungan, risiko akut
Kebingungan, kronis
Bayi Behavior, teratur
Bayi Behavior, kesiapan untuk meningkatkan terorganisir
Bayi Behavior, risiko untuk tidak teratur
Memori, gangguan
Abaikan, sepihak
Peripheral neurovaskular Disfungsi, risiko untuk
Sensory Perception, terganggu (sebutkan: visual, auditori, kinestetik, gustatory, taktil,
pencium)
Stress Overload
[Thought Processes, terganggu-pensiun 2009]
PAIN / RASA TlDAK NYAMAN-Kemampuan untuk mengendalikan internal / eksternal untuk memelihara lingkungan
kenyamanan
* Comfort, terganggu
Comfort, kesiapan untuk meningkatkan
Sakit, akut
Sakit, kronis
PERNAPASAN-Kemampuan untuk menyediakan dan menggunakan oksigen untuk memenuhi kebutuhan fisiologis
Airway Clearance, tidak efektif
Aspirasi, risiko untuk
Pola pernapasan, tidak efektif
Gas Exchange, terganggu
Ventilasi, cacat spontan
Penyapihan ventilasi Respon, disfungsional
SAFETY-Kemampuan untuk memberikan aman, lingkungan pendorong pertumbuhan
Respon alergi, lateks
Respon alergi, risiko untuk lateks
Suhu tubuh, risiko untuk seimbang
Kontaminasi
Kontaminasi, risiko untuk
Sindrom kematian, risiko untuk bayi mendadak
Interpretasi lingkungan Syndrome, gangguan
Jatuh, risiko
Pemeliharaan kesehatan, tidak efektif
Rumah Maintenance, cacat
Hipertermia
Hipotermia
Status imunisasi, kesiapan untuk meningkatkan
Infeksi, risiko
Cedera, risiko
Cedera, posisi risiko perioperatif
* Penyakit kuning, neonatal
* Ibu / Fetal dyad, risiko untuk terganggu
Mobilitas, cacat fisik
Keracunan, risiko untuk
Perlindungan, tidak efektif
Self-Mutilation
Self-Mutilation, risiko untuk
Kulit Integritas, terganggu
Integritas kulit, risiko untuk diburukkan
Sesak napas, risiko untuk
Bunuh diri, risiko untuk
Bedah Recovery, tertunda
Termoregulasi, tidak efektif
Jaringan Integritas, terganggu
Trauma, resiko untuk
* Trauma, risiko vaskular
Kekerasan, [sebenarnya /] risiko diarahkan orang lain
Kekerasan, [sebenarnya /] risiko untuk self-directed
Wandering [menentukan sporadis atau terus-menerus]
SEKSUALITAS-[Komponen Ego Integritas dan Interaksi Sosial] Kemampuan untuk memenuhi
persyaratan / karakteristik laki-laki dan peran perempuan
* Proses melahirkan anak, kesiapan untuk meningkatkan
Disfungsi Seksual
Pola seksualitas, tidak efektif
INTERAKSI SOSIAL-Kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan
Lampiran, risiko untuk diburukkan
Peran caregiver Strain
Peran pengasuh Strain, risiko untuk
Komunikasi, cacat verbal
Komunikasi, kesiapan untuk meningkatkan
Konflik, peran orangtua
Mengatasi, masyarakat tidak efektif
Mengatasi, kesiapan masyarakat untuk meningkatkan
Mengatasi, keluarga berkompromi
Mengatasi, keluarga penyandang cacat
Mengatasi, kesiapan untuk meningkatkan keluarga
Keluarga Processes, disfungsional
Keluarga Processes, sela
Keluarga Processes, kesiapan untuk meningkatkan
Kesepian, risiko untuk
Parenting, cacat
Parenting, kesiapan untuk meningkatkan
Parenting, risiko untuk diburukkan
Peran Kinerja, tidak efektif
Interaksi sosial, cacat
Isolasi sosial
PENGAJARAN / BELAJAR-Kemampuan untuk memasukkan dan menggunakan informasi untuk mencapai
gaya hidup sehat / kesehatan yang optimal
Pembangunan, risiko untuk menunda
Pertumbuhan, resiko untuk tidak proporsional
Pertumbuhan dan Pembangunan, tertunda
+ Kesehatan Perilaku, risiko rawan
+ Health Management, efektif diri
Pengetahuan, kekurangan (sebutkan)
Pengetahuan (sebutkan), kesiapan untuk meningkatkan
Ketidakpatuhan [Kepatuhan, tidak efektif] [sebutkan]
[Therapeutic regimen Manajemen, efektif-pensiun 2009]
Manajemen rejimen terapeutik, tidak efektif
[Therapeutic regimen Manajemen, masyarakat tidak efektif pensiun 2009]
Manajemen rejimen terapeutik, keluarga tidak efektif
Manajemen rejimen terapeutik, kesiapan untuk meningkatkan
* = New diagnosa
+ = Revised diagnosa
ORGANIZED ACCORDING TO A NURSING FOCUS
BY DOENGES/MOORHOUSE DIAGNOSTIC DIVISIONS
* = New diagnosa
+ = Revised diagnosa
KEGIATAN / REST-Kemampuan untuk terlibat dalam diperlukan / dikehendaki aktivitas kehidupan (pekerjaan dan
waktu luang) dan untuk memperoleh cukup tidur / istirahat
Intoleransi Aktivitas
Aktivitas Intoleransi, risiko untuk
* Kegiatan Perencanaan, tidak efektif
Ketidakgunaan Sindrom, risiko untuk
Kegiatan Diversional, kekurangan
Kelelahan
Insomnia
Gaya hidup, tak berpindah-pindah
Mobilitas, gangguan tidur
Mobilitas, cacat kursi roda
Tidur, kesiapan untuk meningkatkan
Tidur
+ Tidur Pola, terganggu
Kemampuan transfer, terganggu
Berjalan, gangguan
SIRKULASI-Kemampuan untuk mengangkut oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi selular
kebutuhan
Otonom Dysreflexia
Otonom Dysreflexia, risiko untuk
* Perdarahan, risiko untuk
Output jantung, penurunan
Kapasitas Adaptive intrakranial, penurunan
* Perfusi, tidak efektif jaringan perifer
* Perfusi, risiko untuk jaringan jantung berkurang
* Perfusi, risiko untuk jaringan serebral tidak efektif
* Perfusi, risiko untuk pencernaan tidak efektif
* Perfusi, risiko untuk tidak efektif ginjal
* Shock, risiko untuk
INTEGRITAS EGO-Kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan keterampilan dan perilaku untuk mengintegrasikan dan
mengelola pengalaman hidup
Kegelisahan [menentukan level]
Kecemasan, kematian
Perilaku, rawan risiko kesehatan
Body Image, terganggu
Konflik, putusan (sebutkan)
+ Coping, defensif
Mengatasi, tidak efektif
Mengatasi, kesiapan untuk meningkatkan
Decision Making, kesiapan untuk meningkatkan
Penyangkalan, tidak efektif
Martabat, risiko untuk berkompromi manusia
Distress, moral
Energi Field, terganggu
Ketakutan
Berduka
Berduka, rumit
Berduka, risiko rumit
Hope, kesiapan untuk meningkatkan
Keputusasaan
+ Identity, terganggu pribadi
Post-Trauma Syndrome
Post-Trauma Syndrome, risiko untuk
Power, kesiapan untuk meningkatkan
Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan, risiko untuk
Rape-Trauma Syndrome
[Rape-Trauma Syndrome: senyawa reaksi-pensiun 2009]
[Rape-Trauma Syndrome: reaksi diam-pensiun 2009]
* Hubungan, kesiapan untuk meningkatkan
Religiusitas, cacat
Religiusitas, siap untuk meningkatkan
Religiusitas, risiko untuk diburukkan
Relocation Stress Syndrome
Stres relokasi Sindrom, risiko untuk
* Ketahanan, individu terganggu
* Ketahanan, kesiapan untuk meningkatkan
* Ketahanan, risiko untuk berkompromi
Konsep diri, kesiapan untuk meningkatkan
+ Self-Esteem, rendah kronis
Self-Esteem, rendah situasional
Self-Esteem, risiko rendah situasional
Kesedihan, kronis
Distress spiritual
Distress spiritual, risiko untuk
Spiritual Well-Being, kesiapan untuk meningkatkan
PENGHAPUSAN-Kemampuan untuk mengekskresikan produk limbah
Usus Incontinence
Sembelit
Sembelit, dirasakan
Sembelit, risiko untuk
Diare
* Motilitas, disfungsional gastrointestinal
* Motilitas, risiko untuk pencernaan disfungsional
Urin Penghapusan, terganggu
Urin Penghapusan, kesiapan untuk meningkatkan
Urinary Incontinence, fungsional
Urinary Incontinence, meluap
Urinary Incontinence, refleks
Urinary Incontinence, risiko untuk mendorong
Urinary Incontinence, stres
[Urinary Incontinence, total-pensiun 2009]
Urinary Incontinence, dorongan
Urinary Retention [akut / kronis]
MAKANAN / CAIRAN-Kemampuan untuk menjaga dan memanfaatkan asupan nutrisi dan cairan untuk bertemu
fisiologis
Menyusui, efektif
Menyusui, tidak efektif
Menyusui, sela
Pertumbuhan gigi, gangguan
* Elektrolit Ketidakseimbangan, risiko untuk
Kegagalan untuk berkembang, dewasa
Pola makan, bayi tidak efektif
Fluida Saldo, kesiapan untuk meningkatkan
[Fluid Volume, kekurangan hiper / hipotonik]
Fluid Volume, kekurangan [isotonik]
Fluid Volume, kelebihan
Fluid Volume, risiko kekurangan
+ Fluid Volume, risiko untuk seimbang
Glukosa, risiko darah tidak stabil
+ Fungsi Hati, risiko untuk diburukkan
Mual
Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, seimbang
Nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh, seimbang
Nutrisi: risiko untuk lebih dari kebutuhan tubuh, seimbang
Nutrisi, kesiapan untuk meningkatkan
Membran mukosa oral, terganggu
Menelan, gangguan
HYGIENE-Kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari
Self-Care, kesiapan untuk meningkatkan
Self-Care Deficit, mandi
Self-Care Deficit, berpakaian
Self-Care Deficit, makan
Self-Care Deficit, toilet
* Abaikan, diri
NEUROSENSORY-Kemampuan untuk memahami, mengintegrasikan, dan menanggapi internal dan eksternal
isyarat
Kebingungan, akut
Kebingungan, risiko akut
Kebingungan, kronis
Bayi Behavior, teratur
Bayi Behavior, kesiapan untuk meningkatkan terorganisir
Bayi Behavior, risiko untuk tidak teratur
Memori, gangguan
Abaikan, sepihak
Peripheral neurovaskular Disfungsi, risiko untuk
Sensory Perception, terganggu (sebutkan: visual, auditori, kinestetik, gustatory, taktil,
pencium)
Stress Overload
[Thought Processes, terganggu-pensiun 2009]
PAIN / RASA TlDAK NYAMAN-Kemampuan untuk mengendalikan internal / eksternal untuk memelihara lingkungan
kenyamanan
* Comfort, terganggu
Comfort, kesiapan untuk meningkatkan
Sakit, akut
Sakit, kronis
PERNAPASAN-Kemampuan untuk menyediakan dan menggunakan oksigen untuk memenuhi kebutuhan fisiologis
Airway Clearance, tidak efektif
Aspirasi, risiko untuk
Pola pernapasan, tidak efektif
Gas Exchange, terganggu
Ventilasi, cacat spontan
Penyapihan ventilasi Respon, disfungsional
SAFETY-Kemampuan untuk memberikan aman, lingkungan pendorong pertumbuhan
Respon alergi, lateks
Respon alergi, risiko untuk lateks
Suhu tubuh, risiko untuk seimbang
Kontaminasi
Kontaminasi, risiko untuk
Sindrom kematian, risiko untuk bayi mendadak
Interpretasi lingkungan Syndrome, gangguan
Jatuh, risiko
Pemeliharaan kesehatan, tidak efektif
Rumah Maintenance, cacat
Hipertermia
Hipotermia
Status imunisasi, kesiapan untuk meningkatkan
Infeksi, risiko
Cedera, risiko
Cedera, posisi risiko perioperatif
* Penyakit kuning, neonatal
* Ibu / Fetal dyad, risiko untuk terganggu
Mobilitas, cacat fisik
Keracunan, risiko untuk
Perlindungan, tidak efektif
Self-Mutilation
Self-Mutilation, risiko untuk
Kulit Integritas, terganggu
Integritas kulit, risiko untuk diburukkan
Sesak napas, risiko untuk
Bunuh diri, risiko untuk
Bedah Recovery, tertunda
Termoregulasi, tidak efektif
Jaringan Integritas, terganggu
Trauma, resiko untuk
* Trauma, risiko vaskular
Kekerasan, [sebenarnya /] risiko diarahkan orang lain
Kekerasan, [sebenarnya /] risiko untuk self-directed
Wandering [menentukan sporadis atau terus-menerus]
SEKSUALITAS-[Komponen Ego Integritas dan Interaksi Sosial] Kemampuan untuk memenuhi
persyaratan / karakteristik laki-laki dan peran perempuan
* Proses melahirkan anak, kesiapan untuk meningkatkan
Disfungsi Seksual
Pola seksualitas, tidak efektif
INTERAKSI SOSIAL-Kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan
Lampiran, risiko untuk diburukkan
Peran caregiver Strain
Peran pengasuh Strain, risiko untuk
Komunikasi, cacat verbal
Komunikasi, kesiapan untuk meningkatkan
Konflik, peran orangtua
Mengatasi, masyarakat tidak efektif
Mengatasi, kesiapan masyarakat untuk meningkatkan
Mengatasi, keluarga berkompromi
Mengatasi, keluarga penyandang cacat
Mengatasi, kesiapan untuk meningkatkan keluarga
Keluarga Processes, disfungsional
Keluarga Processes, sela
Keluarga Processes, kesiapan untuk meningkatkan
Kesepian, risiko untuk
Parenting, cacat
Parenting, kesiapan untuk meningkatkan
Parenting, risiko untuk diburukkan
Peran Kinerja, tidak efektif
Interaksi sosial, cacat
Isolasi sosial
PENGAJARAN / BELAJAR-Kemampuan untuk memasukkan dan menggunakan informasi untuk mencapai
gaya hidup sehat / kesehatan yang optimal
Pembangunan, risiko untuk menunda
Pertumbuhan, resiko untuk tidak proporsional
Pertumbuhan dan Pembangunan, tertunda
+ Kesehatan Perilaku, risiko rawan
+ Health Management, efektif diri
Pengetahuan, kekurangan (sebutkan)
Pengetahuan (sebutkan), kesiapan untuk meningkatkan
Ketidakpatuhan [Kepatuhan, tidak efektif] [sebutkan]
[Therapeutic regimen Manajemen, efektif-pensiun 2009]
Manajemen rejimen terapeutik, tidak efektif
[Therapeutic regimen Manajemen, masyarakat tidak efektif pensiun 2009]
Manajemen rejimen terapeutik, keluarga tidak efektif
Manajemen rejimen terapeutik, kesiapan untuk meningkatkan
* = New diagnosa
+ = Revised diagnosa
Langganan:
Komentar (Atom)