DOSIS OBAT
Dosis suatu obat : adalah dosis pemakaian sekali untuk peroral atau injeksi,Dalam pemberian terapi obat yg rasional, DOSIS OBAT merupakan faktor penting dlm menghasilkan efek yang diinginkan, bahkan dpt membahayakan jika terjadi OVER DOSIS.
Untuk menetapkan dosis yang tepat, perlu diketahui macam-macam dosis :
DOSIS TERAPI (DT)
Dosis individual yg tertulis di resep dg tujuan pengobatan
DOSIS LAZIM (DL)
Dosis yang tercantum di literatur yg lazimnya dapat menyembuhkan, dosis tersebut sebagai acuan dalam menetapkan dosis terapi per individual
Contoh : Erithromicin
Sekali minum : 250 mg – 500 mg
Seharinya : 1000 mg – 2000 mg
DOSIS MAKSIMUM (DM)
Dosis terbesar yg dpt memberikan efek terapi tanpa menimbulkan bahaya
Contoh : Erithromicin
Sekali minum : 500 mg
Seharinya : 4000 mg
FAKTOR YG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT :
Berat Badan
Umur
Luas permukaan tubuh
Jenis kelamin
Status patologi
Toleransi
Obat yg diberikan bersamaan
Waktu pemakaian
Bentuk sediaan dan cara pemakaian
KONVERSI DALAM SISTEM MATRIKS
1 Gram ( g ) = 1000 miligram ( mg )
1 Liter ( l ) = 1000 mililiter ( ml )
1 Miligram = 1000 mikrogram ( µg )
Mililiter ( ml ) = cc
1 Sendok Teh ( sendok obat, sendok plastik ) = 5 ml
1 Sendok Makan = 15 ml
RUMUS MENGHITUNG DOSIS:
CLARK : w/70 x DM Dewasa
YOUNG : w/(n+20) X DM Dewasa
DILLING : n/20 X DM Dewasa
FRIED : m/150 X DM Dewasa
COWLING : (n+1)/24 X DM Dewasa
Keterangan :
W = Berat Badan ( Kg )
n = Umur ( tahun )
m = Umur ( bulan)
CARA MENGHITUNG DOSIS
BERDASARKAN BERAT BADAN (CLARK)
W (Weight = BB (Kg)) / 70 X DM Dewasa
Berapa dosis erithromicin untuk anak 5 tahun ( BB = 15 Kg ) jika dosis lazimnya 250mg 500mg sekali minum dan 1000mg-2000mg seharinya?
Jaw: Sekali minum = 15 Kg/70 Kg X 250mg-500mg
= 52.5mg -105 mg
Seharinya = 15 Kg/70 Kg X 1000mg-2000mg
=210mg – 420mg
BERDASARKAN UMUR
YOUNG ( n = UMUR KURANG DARI 8 TAHUN )
n (umur) / n + 12 X DM Dewasa
Berapa dosis erithromicin untuk anak 5 tahun ( BB = 15 Kg ) jika dosis lazimnya 250mg-500mg sekali minum dan 1000mg-2000mg seharinya?
Jaw : Sekali minum = 5 / 5 + 12 X 250mg-500mg
=73.5 mg – 147 mg
Seharinya = 5 / 5 + 12 X 1000mg-2000mg
= 294 mg – 588 mg
BERDASARKAN UMUR
DILLING ( N = UMUR DIATAS 8 TAHUN )
n (umur) / 20 X DM Dewasa
Berapa dosis erithromicin untuk anak 10 tahun ( BB = 15 Kg ) jika dosis lazimnya 250mg-500mg sekali minum dan 1000mg-2000mg seharinya?
Jaw : Sekali minum = 10 / 20 X 250mg-500mg
= 125 mg – 250 mg
Seharinya = 10 / 20 X 1000mg-2000mg
= 500 mg – 1000 mg
Kamis, 03 September 2009
Selasa, 18 Agustus 2009
HEPATITIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis virus akut merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas dalam tubuh walaupun efek yang menyolok terjadi pada hepar. Telah ditemukan 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab yaitu Virus Hepatits A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HVC), Virus Hepatitis D (HVD), Virus Hepatitis E (HVD).
Walaupun kelima agen ini dapat dibedakan melalui petanda antigeniknya, tetapi kesemuanya memberikan gambaran klinis yang mirip, yang dapat bervariasi dari keadaan sub klinis tanpa gejala hingga keadaan infeksi akut yang total.
Bentuk hepatitis yang dikenal adalah HAV ( Hepatitis A ) dan HBV (Hepatitis B). kedua istilah ini lebih disukai daripada istilah lama yaitu hepatitis infeksiosa dan hepatitis serum, sebab kedua penyakit ini dapat ditularkan secara parenteral dan non parenteral.
Hepatitis virus yang tidak dapat digolongkan sebagai Hepatitita A atau B melalui pemeriksaan serologi disebut sebagai Hepatitis non-A dan non-B (NANBH) dan saat ini disebut Hepatitis C (Dienstag, 1990). Selanjutnya ditemukan bahwa jenis hepatitis ini ada 2 macam, yang pertama dapat ditularkan secara parenteral ( Parenterally Transmitted ) atau disebut PT-NANBH dan yang kedua dapat ditularkan secara enteral ( Enterically Transmitted ) disebut ET-NANBH ( Bradley, 1990; Centers for Disease Control, 1990 ). Tata nama terbaru menyebutkan PT-NANBH sebagao Hepatitis C dan ET-NANBH sebagai Hepatitia E ( Bradley,1990; Purcell, 1990 ).
Virus delta atau virus Hepatitis D ( HDV ) merupakan suatu partikel virus yang menyebabnk.jkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi Hepatitis B, HDV dapat timbul sebagai infeksi pada seseorang pembawa HBV.
Hepatitis menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting tidak hanya di Amerika tetapi juga diseluruh Dunia. Penyakit ini menduduki peringkat ketiga diantara semua penyakit menular yang dapat dilaporkan di Amerika Serikat (hanya dibawah penyakit kelamin dan cacar air dan merupakan penyakit epidemi di kebanyakan negara-negara dunia ketiga. Sekitar 60.000 kasus telah dilaporkan ke Center for Disease Control di Amerika Serikat setiap tahun, tetapi jumlah yang sebenarnya dari penyakit ini diduga beberapa kali lebih banyak. Walaupun mortalitas akibat hepatitis virus ini rendah, tetapi penyakit ini sering dikaitkan dengan angka morbiditas dan kerugian ekonomi yang besar.
B. Tujuan Penulisan
Mahasiswa dapat mengerti apa yang dimaksud dengan ganguan sistem pencernaan : hepatitis
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Hepatitis adalah Suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toksin seperti; kimia atau obat atau agen penyakit infeksi (Asuhan keperawatan pada anak, 2002; 131)
Hepatitis adalah keadaan radang/cedera pada hati, sebagai reaksi terhadap virus, obat atau alkohol (Ptofisiologi untuk keperawatan, 2000;145)
B. ETIOLOGI
a. Hepatitis A
i. Virus hepetitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak berselubung berukuran 27 nm
ii. Ditularkan melalui jalur fekal – oral, sanitasi yang jelek, kontak antara manusia, dibawah oleh air dan makanan
iii. Masa inkubasinya 15 – 49 hari dengan rata – rata 30 hari
iv. Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene dan sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat padat.
b. Hepetitis B (HBV)
i. Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang memiliki ukuran 42 nm
ii. Ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau penderita infeksi akut, kontak seksual dan fekal-oral. Penularan perinatal dari ibu kepada bayinya.
iii. Masa inkubasi 26 – 160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari.
iv. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi, perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis serta onkologi laki-laki biseksual serta homoseksual yang aktif dalam hubungan seksual dan para pemaki obat-obat IV juga beresiko
c. Hepatitis C (HCV)
i. Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil, terbungkus lemak yang diameternya 30 – 60 nm.
ii. Ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan juga disebabkan juga oleh kontak seksual.
iii. Masa inkubasi virus ini 15 – 60 hari dengan rata – 50 hari
iv. Faktor resiko hampir sama dengan hepetitis B
d. Hepatitis D (HDV)
i. Virus hepatitis B (HDP) merupakan virus RNA berukuran 35 nm
ii. Penularannya terutama melalui serum dan menyerang orang yang memiliki kebiasaan memakai obat terlarang dan penderita hemovilia
iii. Masa inkubasi dari virus ini 21 – 140 hari dengan rata – rata 35 hari
iv. Faktor resiko hepatitis D hampir sama dengan hepatitis B.
e. Hepattitis E (HEV)
i. Virus hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA kecil yang diameternya + 32 – 36 nm.
ii. Penularan virus ini melalui jalur fekal-oral, kontak antara manusia dimungkinkan meskipun resikonya rendah.
iii. Masa inkubasi 15 – 65 hari dengan rata – rata 42 hari.
iv. Faktor resiko perjalanan kenegara dengan insiden tinggi hepatitis E dan makan makanan, minum minuman yang terkontaminasi.
C. INSIDEN
1) Hepetitis A
Penyakit endemik dibeberapa bagian dunia, khususnya area dengan sanitasi yang buruk. Walaupun epidemik juga terjadi pada negara – negara dengan sanitasi baik.
2) Hepatitis B
Ditemukan dibeberapa negara insidennya akan meningkat pada area dengan populasi padat dengan tingkat kesehatan yang buruk.
3) Hepatitis C
90 % kasus terjadi akibat post transpusi dan banyak kasus sporadik, 4 % kasus hepatitis disebabkan oleh hepatitis virus dan 50 % terjadi akibat penggunaan obat secara intra vena
4) Hepatitis D
Selalu ditemukan dengan hepatitis B, delta agent adalah indemik pada beberapa area seperti negara mediterania, dimana lebih dari 80 % karier hepatitis B dapat menyebabkan infeksi
5) Hepatitis E
Adalah RNA virus yang berbeda dari hepatitis A dan eterovirus biasanya terjadi di India, Birma, Afganistan, Alberia, dan Meksiko.
D. PATHOFISIOLOGI
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi dan nekrosis sel perenchyn hati.
Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam memblokir sistem drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik samapi dengan timbunya sakit dengan gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2 sampai 3 bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan kematian. Hepattis dengan sub akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan sebagai karier penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati atau kanker hati
E. MANISFESTASI KLINIK
Menifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama. Manifestasi klinik dapat dibedakan berdasarkan stadium. Adapun manifestasi dari masing – amsing stadium adalah sebagai berikut.
1. Stadium praicterik berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri diperut kanan atas urin menjadi lebih coklat.
2. Stadium icterik berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus mula –mula terlihat pada sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang, tetapi klien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
3. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi. Penyebuhan pada anak – anak menjadi lebih cepat pada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan ke 2, karena penyebab yang biasanya
F. PENATALAKSANAAN KLINIS
Tidak ada terpi sfesifik untuk hepatitis virus. Tirah baring selama fase akut dengan diet yang cukup bergizi merupakan anjuran yang lazim. Pemberian makanan intravena mungkin perlu selama fase akut bila pasienterus menerus muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata.
Identitas.
- Identitas klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan dignosa medis.
- Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, agama, alamat, pekerjaan, penghasilan, umur, dan pendidikan terakhir.
- Identitas saudara kandung meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, dan hubungan dengan klien.
b. Keluhan utama
Keluhan anak sehingga anak membutuhkan perawatan. Keluhan dapat berupa nafsu makan menurun, muntah, lemah, sakit kepala, batuk, sakit perut kanan atas, demam dan kuning
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual muntah, demam, nyeri perut kanan atas
2. Riwayat Kesehatan Masa lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan penyakit yang pernah diderita sebelumnya, kecelakaan yang pernah dialami termasuk keracunan, prosedur operasi dan perawatan rumah sakit serta perkembangan anak dibanding dengan saudara-saudaranya
3. Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan, riwayat penyakit menular khususnya berkaitan dengan penyakit pencernaan.
2. Diagnosa keperawatan yang lazim muncul .
a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/muntah.
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan yang berlebihan melalui muntah dan diare.
d. Isolasi sosial berhubungan dengan perawatan isolasi.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.
f. Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan kontak pada anak yang terinfeksi.
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi dengan proses penyakit.
i. Hipertermi berhunbungan dengan proses infeksi.
j. Diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus.
k. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktifitas.
l. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar.
m. Kehilangan kontrol berhubungan dengan perubahan aktifitas rutin.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis virus akut merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas dalam tubuh walaupun efek yang menyolok terjadi pada hepar. Telah ditemukan 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab yaitu Virus Hepatits A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HVC), Virus Hepatitis D (HVD), Virus Hepatitis E (HVD).
Walaupun kelima agen ini dapat dibedakan melalui petanda antigeniknya, tetapi kesemuanya memberikan gambaran klinis yang mirip, yang dapat bervariasi dari keadaan sub klinis tanpa gejala hingga keadaan infeksi akut yang total.
Bentuk hepatitis yang dikenal adalah HAV ( Hepatitis A ) dan HBV (Hepatitis B). kedua istilah ini lebih disukai daripada istilah lama yaitu hepatitis infeksiosa dan hepatitis serum, sebab kedua penyakit ini dapat ditularkan secara parenteral dan non parenteral.
Hepatitis virus yang tidak dapat digolongkan sebagai Hepatitita A atau B melalui pemeriksaan serologi disebut sebagai Hepatitis non-A dan non-B (NANBH) dan saat ini disebut Hepatitis C (Dienstag, 1990). Selanjutnya ditemukan bahwa jenis hepatitis ini ada 2 macam, yang pertama dapat ditularkan secara parenteral ( Parenterally Transmitted ) atau disebut PT-NANBH dan yang kedua dapat ditularkan secara enteral ( Enterically Transmitted ) disebut ET-NANBH ( Bradley, 1990; Centers for Disease Control, 1990 ). Tata nama terbaru menyebutkan PT-NANBH sebagao Hepatitis C dan ET-NANBH sebagai Hepatitia E ( Bradley,1990; Purcell, 1990 ).
Virus delta atau virus Hepatitis D ( HDV ) merupakan suatu partikel virus yang menyebabnk.jkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi Hepatitis B, HDV dapat timbul sebagai infeksi pada seseorang pembawa HBV.
Hepatitis menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting tidak hanya di Amerika tetapi juga diseluruh Dunia. Penyakit ini menduduki peringkat ketiga diantara semua penyakit menular yang dapat dilaporkan di Amerika Serikat (hanya dibawah penyakit kelamin dan cacar air dan merupakan penyakit epidemi di kebanyakan negara-negara dunia ketiga. Sekitar 60.000 kasus telah dilaporkan ke Center for Disease Control di Amerika Serikat setiap tahun, tetapi jumlah yang sebenarnya dari penyakit ini diduga beberapa kali lebih banyak. Walaupun mortalitas akibat hepatitis virus ini rendah, tetapi penyakit ini sering dikaitkan dengan angka morbiditas dan kerugian ekonomi yang besar.
B. Tujuan Penulisan
Mahasiswa dapat mengerti apa yang dimaksud dengan ganguan sistem pencernaan : hepatitis
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Hepatitis adalah Suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toksin seperti; kimia atau obat atau agen penyakit infeksi (Asuhan keperawatan pada anak, 2002; 131)
Hepatitis adalah keadaan radang/cedera pada hati, sebagai reaksi terhadap virus, obat atau alkohol (Ptofisiologi untuk keperawatan, 2000;145)
B. ETIOLOGI
a. Hepatitis A
i. Virus hepetitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak berselubung berukuran 27 nm
ii. Ditularkan melalui jalur fekal – oral, sanitasi yang jelek, kontak antara manusia, dibawah oleh air dan makanan
iii. Masa inkubasinya 15 – 49 hari dengan rata – rata 30 hari
iv. Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene dan sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat padat.
b. Hepetitis B (HBV)
i. Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang memiliki ukuran 42 nm
ii. Ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau penderita infeksi akut, kontak seksual dan fekal-oral. Penularan perinatal dari ibu kepada bayinya.
iii. Masa inkubasi 26 – 160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari.
iv. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi, perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis serta onkologi laki-laki biseksual serta homoseksual yang aktif dalam hubungan seksual dan para pemaki obat-obat IV juga beresiko
c. Hepatitis C (HCV)
i. Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil, terbungkus lemak yang diameternya 30 – 60 nm.
ii. Ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan juga disebabkan juga oleh kontak seksual.
iii. Masa inkubasi virus ini 15 – 60 hari dengan rata – 50 hari
iv. Faktor resiko hampir sama dengan hepetitis B
d. Hepatitis D (HDV)
i. Virus hepatitis B (HDP) merupakan virus RNA berukuran 35 nm
ii. Penularannya terutama melalui serum dan menyerang orang yang memiliki kebiasaan memakai obat terlarang dan penderita hemovilia
iii. Masa inkubasi dari virus ini 21 – 140 hari dengan rata – rata 35 hari
iv. Faktor resiko hepatitis D hampir sama dengan hepatitis B.
e. Hepattitis E (HEV)
i. Virus hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA kecil yang diameternya + 32 – 36 nm.
ii. Penularan virus ini melalui jalur fekal-oral, kontak antara manusia dimungkinkan meskipun resikonya rendah.
iii. Masa inkubasi 15 – 65 hari dengan rata – rata 42 hari.
iv. Faktor resiko perjalanan kenegara dengan insiden tinggi hepatitis E dan makan makanan, minum minuman yang terkontaminasi.
C. INSIDEN
1) Hepetitis A
Penyakit endemik dibeberapa bagian dunia, khususnya area dengan sanitasi yang buruk. Walaupun epidemik juga terjadi pada negara – negara dengan sanitasi baik.
2) Hepatitis B
Ditemukan dibeberapa negara insidennya akan meningkat pada area dengan populasi padat dengan tingkat kesehatan yang buruk.
3) Hepatitis C
90 % kasus terjadi akibat post transpusi dan banyak kasus sporadik, 4 % kasus hepatitis disebabkan oleh hepatitis virus dan 50 % terjadi akibat penggunaan obat secara intra vena
4) Hepatitis D
Selalu ditemukan dengan hepatitis B, delta agent adalah indemik pada beberapa area seperti negara mediterania, dimana lebih dari 80 % karier hepatitis B dapat menyebabkan infeksi
5) Hepatitis E
Adalah RNA virus yang berbeda dari hepatitis A dan eterovirus biasanya terjadi di India, Birma, Afganistan, Alberia, dan Meksiko.
D. PATHOFISIOLOGI
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi dan nekrosis sel perenchyn hati.
Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam memblokir sistem drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik samapi dengan timbunya sakit dengan gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2 sampai 3 bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan kematian. Hepattis dengan sub akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan sebagai karier penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati atau kanker hati
E. MANISFESTASI KLINIK
Menifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama. Manifestasi klinik dapat dibedakan berdasarkan stadium. Adapun manifestasi dari masing – amsing stadium adalah sebagai berikut.
1. Stadium praicterik berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri diperut kanan atas urin menjadi lebih coklat.
2. Stadium icterik berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus mula –mula terlihat pada sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang, tetapi klien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
3. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi. Penyebuhan pada anak – anak menjadi lebih cepat pada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan ke 2, karena penyebab yang biasanya
F. PENATALAKSANAAN KLINIS
Tidak ada terpi sfesifik untuk hepatitis virus. Tirah baring selama fase akut dengan diet yang cukup bergizi merupakan anjuran yang lazim. Pemberian makanan intravena mungkin perlu selama fase akut bila pasienterus menerus muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata.
Identitas.
- Identitas klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan dignosa medis.
- Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, agama, alamat, pekerjaan, penghasilan, umur, dan pendidikan terakhir.
- Identitas saudara kandung meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, dan hubungan dengan klien.
b. Keluhan utama
Keluhan anak sehingga anak membutuhkan perawatan. Keluhan dapat berupa nafsu makan menurun, muntah, lemah, sakit kepala, batuk, sakit perut kanan atas, demam dan kuning
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual muntah, demam, nyeri perut kanan atas
2. Riwayat Kesehatan Masa lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan penyakit yang pernah diderita sebelumnya, kecelakaan yang pernah dialami termasuk keracunan, prosedur operasi dan perawatan rumah sakit serta perkembangan anak dibanding dengan saudara-saudaranya
3. Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan, riwayat penyakit menular khususnya berkaitan dengan penyakit pencernaan.
2. Diagnosa keperawatan yang lazim muncul .
a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/muntah.
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan yang berlebihan melalui muntah dan diare.
d. Isolasi sosial berhubungan dengan perawatan isolasi.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.
f. Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan kontak pada anak yang terinfeksi.
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi dengan proses penyakit.
i. Hipertermi berhunbungan dengan proses infeksi.
j. Diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus.
k. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktifitas.
l. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar.
m. Kehilangan kontrol berhubungan dengan perubahan aktifitas rutin.
KOLELITIASIS
BAB I
KONSEP MEDIK
A. PENGERTIAN DARI SUDUT PANDANG MEDIS
Kole litiasis adalah imflamasi akut atau kronis dari kandung empeduh. Biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi kandung empedu.
B. ETIOLOGI
Batu-batu (kalkuli) di buat oleh kolestrol, kalsiumdan bilirubin,disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu batu empeduh dapat terjadi pada duktus hepatica, dan duktus pancreas. Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa kandung empedu menyebabkan penyebaran imflamasi.
C. PATOFISIOLOGI
Ada dua tipe utama batu empedu : batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang terutama tersusun dari kolesterol.
Batu pigmen kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak-terkonyugasi dalam empedu mengadakan prepitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Batu ini bertanggungjawab atas sepertiga dari pasien-pasien batuempedu di amerika serikat. Resiko terbentuk batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemoliss dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapt dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
Batu kolesterol bertanggunajawab atas sebagian besar kasus batu empedu lainnya di amerika serikat.
Kolesterol yang merupakan unsure normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien cenderun menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabklan peradangan dalam kandung empedu.
Jumlah wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu adalah empat kali lebih banyak daripada laki-laki. Biasanya wanita tersebut berusia lebih dari 40 tahun, multipara dan obesitas. Incident pembentukan batu empedu meningkat pada para pengguna pil kontrasepsi, estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden pembentukan batu meningkat bersamaan dengan pertambahan umur, peningkatan insiden ini terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu . disamping itu, resiko terbentuknya batu empedu. Disamping itu, resiko terbentuknya batu empedu juga meningkat akibat malabsorbsi garam-garam empedu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal atau fistula T-tube atau pada pasien yang pernah menjalani operasi pintasan atau reseksi ileum. Insidens penyakit ini juga meningkat pada para penyandang penyakit diabetes.
D. MANIFESTASI KLINIK
Batu empedu bias terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu tersebut mungkin ditemukan secara kebetulan saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan samasekali.
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala : gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bias bersifat akut ataau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen, dapt terjadi. Gangguan ini dapt terjadi setelah individu mengkonsumsi maknan yang berlemak atau yang digoreng.
Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu. Kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan, rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam jangka waktu beberapa jam sesudah makan makanan dengan porsi besar. Pasien akan membolak balikkan tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien, rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta Sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dala, dan menghambat pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolesistitis akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga diperlukan preparat analgeti yang kuat seperti meperidin. Pemberian morfin diangga[p dapat meningkatkan spasme sfingter oddi sehingga perlu dihindari.
Ikterus. Ikteru dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase yang kecildan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran geth empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyarapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang menjolok pada kulit.
Perubahan warna urine dan feces. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yamg tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasnya pekat yang disebut clay-colored.
Defisiensi vitamin. Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorbs vitamin A,D, E, dan K yang larut lemak. Karen itu, pasien dapat memperlihatkan gejala defesiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defesiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus. Kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relative singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat mengakibatkan absses, nekrosis dan perforasi disertai peritonis generalisata.S
E. INSIDENS
Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidennya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah itu, insiden kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki batu empedu (KMB vol 2, 2001)
F. PENATALAKSANAAN
Operasi pengangkatan kandung emp[edu melalui pembedahan tradisional dianggap sebagai cara pendekatan yang baku dalam penatalaksanaan penyakit ini selama lebih dari 100 tahun. Namun demikian, perubahan dramatis telah terjadi dalam penatalaksanaan bedah dan non bedah terhadap penyakit kandung empedu. Walaupun cara pendekatan nonbedah mempunyai kelebihan dalam hal menghilangkan risiko bedah, cara tersebut biasanya disertai dengan gejala yang menetap atau pembentukan batu kambuhan. Sebagian besar cara nonbedah, yang mencakup litotripsi dan pelarut batu empedu hanya bersifat sementara. Dengan semakin banyaknya kolesistektomi laparoskopik yangf dilakukan dimana kandung empedu diangkat lewat luka insisi yang kecil pada umbilikius, resiko bedah sudah berkuran disertai penurunan lama tingal di RS dan lama periode kesembuhan. Meskipun demkian, cara pendekatan lain yang dibahas di bawah ini mungkin diperlukan untuk pasien-pasien tertentu.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan untuk penyakit kandung empedu sering masuk rumah sakit atau unik bedah (one-day care surgeri) pada pagi hari sebelum pembedahan. Pemeriksaan yang dilakukan sebelum pasien masuk rumah sakit biasanya telah diselesaikan satu minggu atau lebih sebelum dirawat dengan demikian hanya sedikit waktu yang tersedia untuk melakukan anamnesis riwayat penyakit atau pemeriksaan fisik yang ekstensif. Sebagai konsekuensinya, anamnesis dan pemeriksaan harus difokuskan pada persoalan yang paling penting bagi pasien serta bagi tim kesehatan yang akan menangani perawatanselama dan sesudah pembedahan.
Pengkajian harus difkuskan pada status pernafasan pasien. Jika operasi yang direncanakan berupa pembedahan tradisional, insisi abdomen yang diperlukan selama pembedahan dapat mempengaruhi gerakan penuh pernafasan. Riwayat merokok atau masalah pernafasan sebelumnya perlu diperhatikan. Respirasi dangkal, batuk persisten atau tidak efektif dan adanya suara nafas tambahan yang harus dicatat. Status nutrisi dievaluasi melalui anamnesis riwayat diet, pemeriksaan umum dan pemantauan hasil-hasil yang didapat sebelumnya.
B. DIAGNOSA
Berdasarkan pada semua ata pengkajian, diagnosa keperawatan utama bagi pasien yang menjalani pembedahan penyakit kandung empedu mencakup yang berikut :
• Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan insisi bedah
• Kekurangan volume cairan
• Gangguan nutrisi berhubungan dengan sekresi getah empedu yan tidak adekuat
• Kurang pengetahuan tentang kegiatan merawat diri sendiri setelah pulag dari rumah sakit
C. INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Diagnosa : nyeri
intervensi Rasional
Obsevasi dan catat lokasinya, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap,hilang timbul, kolik).
Tindakan tirai baring , biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman
Dorong mengunakan teknik relaksasi, contoh bimbingan imajenasi, visualisasi , latihan nafas dalam . berikan aktifasi senggang Membantu membedahkan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan/ perbaikan, terjadinya komplikasidan kefektifan intervensi
Tirai baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra abdomen; namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alami
Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatkan koping
2. Diagnosa : Kekurangan volume cairan
intervensi Rasional
Pertahankan masukan dan haluan akurat, perhatikan haluaran kurang dari masukan, peningkatan berat jenis urine, kaji membran mukosa/kulit, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
Awasi tenda dan gejala peningkatan atau berlanjutnya mual atau muntah. Kram abdomen, kelemahan,kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif atau tekadnya bising usus, depresi pernapasan
Kaji pendarahan yang tak biasanya , contoh pendaharaan gusi, ekimosis, petekie, hematemesis/melena
Memeberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
Muintah berkepanjangan,aspirasi gaster, dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan defisit nnatrium, kalium dan klorida
Protombrin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu terhambat, meningkatkan resiko pendarahan tau hemorogi
3. Diagnosa :Ganguan nutrisi
intervensi Rasional
Kaji distensi abdomen, sering bertahak, berhati-hati menolak gerakan
Perkiraan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Timbang sesuai indikasi
Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, Tanda non verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan pencernaan, nyeri gas.
Mengidentifikasikan kekurangan/kebutuhan nutrisi, berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan
Mengawasi keefektifan rencana diet
Untuk meningkatkan napsu makan.
4. Diagnosa : kurang pengetahuan
Intervensi Rasional
Berikan penjelasan atau alasan tes dan persiapannya.
Kaji ulang proses penyakit diskusikan perawatan dan pegobatan. Dorong pertanyaan , ekspresi masalah.
Kaji ulang program obat, kemungkinan efek samping.
Informasi menurunkan cemas, dan rangsangan simpatis
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan dukungan turunkan cemas dan tingkatkan penyembuhan
Batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka panjang. Terjadinya diare/kram selama terapi senodiol dapat dihubungkan dengan dosis dan dapat diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E., RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN : PEDOMAN UNTUK PERENCANAAN DAN PENDOKUMENTASIKAN PERAWATAN Ed. 3, 2000, EGC : Jakarta.
Barbara., RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Volume 2, 2001, EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C., BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Brunner & Suddarth Ed. 8 Volume 3, 2001, EGC : Jakarta.
http://www.fortunestar.co.id/health.
http://www.cermindunia kedokteran.co.id
KONSEP MEDIK
A. PENGERTIAN DARI SUDUT PANDANG MEDIS
Kole litiasis adalah imflamasi akut atau kronis dari kandung empeduh. Biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi kandung empedu.
B. ETIOLOGI
Batu-batu (kalkuli) di buat oleh kolestrol, kalsiumdan bilirubin,disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu batu empeduh dapat terjadi pada duktus hepatica, dan duktus pancreas. Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa kandung empedu menyebabkan penyebaran imflamasi.
C. PATOFISIOLOGI
Ada dua tipe utama batu empedu : batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang terutama tersusun dari kolesterol.
Batu pigmen kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak-terkonyugasi dalam empedu mengadakan prepitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Batu ini bertanggungjawab atas sepertiga dari pasien-pasien batuempedu di amerika serikat. Resiko terbentuk batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemoliss dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapt dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
Batu kolesterol bertanggunajawab atas sebagian besar kasus batu empedu lainnya di amerika serikat.
Kolesterol yang merupakan unsure normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien cenderun menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabklan peradangan dalam kandung empedu.
Jumlah wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu adalah empat kali lebih banyak daripada laki-laki. Biasanya wanita tersebut berusia lebih dari 40 tahun, multipara dan obesitas. Incident pembentukan batu empedu meningkat pada para pengguna pil kontrasepsi, estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden pembentukan batu meningkat bersamaan dengan pertambahan umur, peningkatan insiden ini terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu . disamping itu, resiko terbentuknya batu empedu. Disamping itu, resiko terbentuknya batu empedu juga meningkat akibat malabsorbsi garam-garam empedu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal atau fistula T-tube atau pada pasien yang pernah menjalani operasi pintasan atau reseksi ileum. Insidens penyakit ini juga meningkat pada para penyandang penyakit diabetes.
D. MANIFESTASI KLINIK
Batu empedu bias terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu tersebut mungkin ditemukan secara kebetulan saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan samasekali.
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala : gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bias bersifat akut ataau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen, dapt terjadi. Gangguan ini dapt terjadi setelah individu mengkonsumsi maknan yang berlemak atau yang digoreng.
Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu. Kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan, rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam jangka waktu beberapa jam sesudah makan makanan dengan porsi besar. Pasien akan membolak balikkan tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien, rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta Sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dala, dan menghambat pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolesistitis akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga diperlukan preparat analgeti yang kuat seperti meperidin. Pemberian morfin diangga[p dapat meningkatkan spasme sfingter oddi sehingga perlu dihindari.
Ikterus. Ikteru dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase yang kecildan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran geth empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyarapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang menjolok pada kulit.
Perubahan warna urine dan feces. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yamg tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasnya pekat yang disebut clay-colored.
Defisiensi vitamin. Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorbs vitamin A,D, E, dan K yang larut lemak. Karen itu, pasien dapat memperlihatkan gejala defesiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defesiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus. Kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relative singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat mengakibatkan absses, nekrosis dan perforasi disertai peritonis generalisata.S
E. INSIDENS
Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidennya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah itu, insiden kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki batu empedu (KMB vol 2, 2001)
F. PENATALAKSANAAN
Operasi pengangkatan kandung emp[edu melalui pembedahan tradisional dianggap sebagai cara pendekatan yang baku dalam penatalaksanaan penyakit ini selama lebih dari 100 tahun. Namun demikian, perubahan dramatis telah terjadi dalam penatalaksanaan bedah dan non bedah terhadap penyakit kandung empedu. Walaupun cara pendekatan nonbedah mempunyai kelebihan dalam hal menghilangkan risiko bedah, cara tersebut biasanya disertai dengan gejala yang menetap atau pembentukan batu kambuhan. Sebagian besar cara nonbedah, yang mencakup litotripsi dan pelarut batu empedu hanya bersifat sementara. Dengan semakin banyaknya kolesistektomi laparoskopik yangf dilakukan dimana kandung empedu diangkat lewat luka insisi yang kecil pada umbilikius, resiko bedah sudah berkuran disertai penurunan lama tingal di RS dan lama periode kesembuhan. Meskipun demkian, cara pendekatan lain yang dibahas di bawah ini mungkin diperlukan untuk pasien-pasien tertentu.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan untuk penyakit kandung empedu sering masuk rumah sakit atau unik bedah (one-day care surgeri) pada pagi hari sebelum pembedahan. Pemeriksaan yang dilakukan sebelum pasien masuk rumah sakit biasanya telah diselesaikan satu minggu atau lebih sebelum dirawat dengan demikian hanya sedikit waktu yang tersedia untuk melakukan anamnesis riwayat penyakit atau pemeriksaan fisik yang ekstensif. Sebagai konsekuensinya, anamnesis dan pemeriksaan harus difokuskan pada persoalan yang paling penting bagi pasien serta bagi tim kesehatan yang akan menangani perawatanselama dan sesudah pembedahan.
Pengkajian harus difkuskan pada status pernafasan pasien. Jika operasi yang direncanakan berupa pembedahan tradisional, insisi abdomen yang diperlukan selama pembedahan dapat mempengaruhi gerakan penuh pernafasan. Riwayat merokok atau masalah pernafasan sebelumnya perlu diperhatikan. Respirasi dangkal, batuk persisten atau tidak efektif dan adanya suara nafas tambahan yang harus dicatat. Status nutrisi dievaluasi melalui anamnesis riwayat diet, pemeriksaan umum dan pemantauan hasil-hasil yang didapat sebelumnya.
B. DIAGNOSA
Berdasarkan pada semua ata pengkajian, diagnosa keperawatan utama bagi pasien yang menjalani pembedahan penyakit kandung empedu mencakup yang berikut :
• Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan insisi bedah
• Kekurangan volume cairan
• Gangguan nutrisi berhubungan dengan sekresi getah empedu yan tidak adekuat
• Kurang pengetahuan tentang kegiatan merawat diri sendiri setelah pulag dari rumah sakit
C. INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Diagnosa : nyeri
intervensi Rasional
Obsevasi dan catat lokasinya, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap,hilang timbul, kolik).
Tindakan tirai baring , biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman
Dorong mengunakan teknik relaksasi, contoh bimbingan imajenasi, visualisasi , latihan nafas dalam . berikan aktifasi senggang Membantu membedahkan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan/ perbaikan, terjadinya komplikasidan kefektifan intervensi
Tirai baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra abdomen; namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alami
Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatkan koping
2. Diagnosa : Kekurangan volume cairan
intervensi Rasional
Pertahankan masukan dan haluan akurat, perhatikan haluaran kurang dari masukan, peningkatan berat jenis urine, kaji membran mukosa/kulit, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
Awasi tenda dan gejala peningkatan atau berlanjutnya mual atau muntah. Kram abdomen, kelemahan,kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif atau tekadnya bising usus, depresi pernapasan
Kaji pendarahan yang tak biasanya , contoh pendaharaan gusi, ekimosis, petekie, hematemesis/melena
Memeberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
Muintah berkepanjangan,aspirasi gaster, dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan defisit nnatrium, kalium dan klorida
Protombrin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu terhambat, meningkatkan resiko pendarahan tau hemorogi
3. Diagnosa :Ganguan nutrisi
intervensi Rasional
Kaji distensi abdomen, sering bertahak, berhati-hati menolak gerakan
Perkiraan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Timbang sesuai indikasi
Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, Tanda non verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan pencernaan, nyeri gas.
Mengidentifikasikan kekurangan/kebutuhan nutrisi, berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan
Mengawasi keefektifan rencana diet
Untuk meningkatkan napsu makan.
4. Diagnosa : kurang pengetahuan
Intervensi Rasional
Berikan penjelasan atau alasan tes dan persiapannya.
Kaji ulang proses penyakit diskusikan perawatan dan pegobatan. Dorong pertanyaan , ekspresi masalah.
Kaji ulang program obat, kemungkinan efek samping.
Informasi menurunkan cemas, dan rangsangan simpatis
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan dukungan turunkan cemas dan tingkatkan penyembuhan
Batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka panjang. Terjadinya diare/kram selama terapi senodiol dapat dihubungkan dengan dosis dan dapat diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E., RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN : PEDOMAN UNTUK PERENCANAAN DAN PENDOKUMENTASIKAN PERAWATAN Ed. 3, 2000, EGC : Jakarta.
Barbara., RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Volume 2, 2001, EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C., BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Brunner & Suddarth Ed. 8 Volume 3, 2001, EGC : Jakarta.
http://www.fortunestar.co.id/health.
http://www.cermindunia kedokteran.co.id
OSTEOPOROSIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendin, otot, tendon, dan bursa. Masalah yang terjadi berhubungan dengan struktur ini yang sering dijumpai pada semua kelompok usia. Masalah sistem muskuloskeletal biasanya tidak mengancam jiwa, namun mempunyai dampak yang bermakna terhadap aktivitas dan produktivitas penderita.
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25 % berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50 %. Kesehatan dan baiknya fungsi sistem muskuloskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.
Adapun disebut dengan matriks tulang dimana menyimpan kalsium, fosfor, magnesium dan fluor. Lebih dari 99 % kalsium tubuh totak terdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah yang terletak dalam rongga tulang menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang dinamakan hematopoiesis.
Penyakit artritis (radang sendi) dianggap sebagai satu keadaan yang sebenarnya terdiri atas lebih 100 tipe kelainan yang berbeda. Penyakit ini trutama mengenai otot-otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian pada lakilaki maupun wanita dengan segala usia.
Dampak keadaan ini dapat mengancam jiwa penderitanya atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh penyakit reumatik /artritis tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan aktifitas hidup sehari-haritetapi juga efek sistematik yang tidak jelas. Di klasifikasi menurut kategorinya, dan salah satunya adalah kelainan kartilago dengan nama penyakit osteoartritis.
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah
1. Untuk mengetahui konsep medik dari penyakit osteoartritis
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien yang menderita penyakit osteoartritis.
BAB II
KONSEP MEDIK
A. PENGERTIAN DARI SUDUT PANDANG MEDIS
Osteoartritis adalah Adalah suatu penyakit tulang kronik dimana terjadi pelunakan dan desintegrasi dari tulang rawan sendi disertai pembentukan tulang dan tulang rawan baru pada tepi sendi (osteofit) dan terjadi fibrosis kapsul sendi
Osteoartritis juga disebut sebagai penyakit sendi degeneratif yang merupakan gangguan noninflamasi yang dicirikan oleh perubahan degeneratif pada kartilago artikuler dan pertumbuhan berlebihan pada tulang. (Barbara,2001 )
Osteoartritis adalah penyakit degeneratif sendi, disebabkan oleh multi-faktor : genetic, usia, metabolik, traumatik dan infeksi. Tidak mengancam jiwa tapi menurunkan kualitas hidup penderita. (Prof. Dr. Chairuddin Rasjad, Ph.D., FICS, 2000).
Osteoartritis merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer, Suzanne C, 2001)
Osteoartritis adalah penyakit sendi menahun yang ditandai dengan kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. (www.fortunestar.co.id/health).
Akibat yang ditimbulkan yaitu :
1. Mekanisme abnormal pada proses penuaan
2. Trauma
3. Kerusakan tulang rawan sendi
4. Tidak berkaitan dengan faktor
5. Sistemik atau infeksi
B. ETIOLOGI
Pada permulaan terjadi fibrilasi, penipisan dan robekan lapisan tulang rawan.
Kemudian sekunder terjadi perubahan tulang di bawahnya berupa osteofit, kista dan sklerosis yang menyebabkan hilangnya lapisan tulang rawan, disorganisasi permukaan tulang sendi, fibrosis pada kapsula, ankilosis dan hilangnya fungsi persendian.
Ada beberapa faktor predisposisi / resiko yang diketahui berhubungan yaitu :
1. Usia yang rentan lebih dari 40 tahun.
2. Jenis Kelamin wanita yang lebih sering terkena.\
3. Suku bangsa
4. Genetik.
5. Kegemukan / Obesitas dan penyakit metabolic
6. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga.
7. Kelainan pertumbuhan
8. Kepadatan tulang.
C. KLASIFIKASI
Ada 2 jenis klasifikasi yaitu :
Osteoarthritis Primer
Penyebab yang jelas tidak diketahui, tapi dianggap hereditas. Berhubungan dengan usia dan merupakan keausan tulang rawan akibat proses penuaan.
Osteoarthritis Sekunder
Akibat penyakit atau kelainan tertentu, seperti infeksi sendi,
fraktur intra-artikular dan disebabkan kerusakan pada sinovia.
D. MANIFESTASI KLINIK
Umumnya terdapat pada manula. Gejala utama adalah rasa nyeri terutama waktu istirahat sesudah sendi bersangkutan banyak digunakan. Kaku sendi pada pagi hari dan sesudah istirahat. Dalam keadaan akut terdapat pembengkakan tulang, nyeri tekan, rasa panas lokal, krepitasi dan pembatasan gerakan. Gangguan fungsi, karena gangguan gerakan pada sendi yang terserang. Deformitas, juga karena kerusakan sendi, tulang rawan, tulang osteofit dan benjolan-benjolan Heberden (DIP-joint) dan Bouchard (PIP-joint) pes varus dan hallux valgus.
Nyeri
Kaku sendi
Pembengkakan
Gangguan pergerakan
Deformitas
Nodus Heberden dan Bouchard
E. INSIDENS
1. Di Indonesia (1997), diperkirakan sekitar 12 juta kasus dari 207 juta penduduk sehingga dalam persen 6 %.
2. Sedangkan di Amerika sekitar 16 juta kasus osteoartritis yang terjadi.
F. PROGNOSIS
Biasanya berjalan lambat, problem utama yang paling sering dijumpai adalah nyeri apabila sendi tersebut dipakai dan meningkatnya ketidakstabilan bila harus menanggung beban, khususnya pada lutut.
G. PENANGANAN
Bertujuan untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada sendi tersebut dan untuk mengatasi nyeri dan kaku sendi guna mempertahankan mobilitas. Maka digunakan beberapa pengobatan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik, ada beberapa :
Mal-alignment sendi, pembengkakan sendi local, jalan pincang, krepitasi, nyeri tekan, efusi sendi, deformitas sendi ROM (Range of Movement) terbatas.
2. Terapi
Umumnya dimulai secara konservatif dengan istirahat di tempat. Jika tidak berhasil baru dipikirkan intervensi operatif sesudah penyebab dan lokasinya ditetapkan
3. Terapi fisik yaitu fisioterapi dan terapi panas berguna untuk menghilangkan nyeri dan mempertahankan kekuatan otot dan jangkauan gerakan.
4. Pemeriksaan laboratorium
Osteoartritis adalah gangguan artritis lokal, sehingga tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk menegakkan diagnosis. Uji laboratorium adakalanya digunakan untuk menyingkirkan bentuk-bentuk arthritis lainnya.
5. pada fase lanjut dilakukan cara operasi bertujuan untuk membuang badan-badan yang lepas, memperbaiki jeringan penyokong yang rusak ataukah untuk menggantikan seluruh sendi.
6. Temuan radiologik Penyempitan ruang sendi karena tulang rawan sendi menyusut. Ditemukan juga peningkatan densitas tulang disekitar sendi.
7. Untuk membantu mengurangi nyeri digunakan analgesik atau NSAID Glucosamin dan Chondroitin.
8. Osteoartritis pada tingkat tertentu diharapkan dapat sembuh.
H. PENATALAKSANAAN
Lindungi sendi dari trauma tambahan.
Hindari kegiatan yang meningkatkan tegangan BB pada sendi yang sakit.
Penggunaan tongkat atau alat bantu berjalan.
Mengurangi BB pada penderita yang gemuk.
Latihan jangkauan gerak
Penggantian sendi (artroplasti)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Riwayat Keperawatan
Perawat mengidentifikasikan gejala-gejala yang biasanya timbul secara bertahap dan perjalanannya lambat. Pasien sering kali mengeluh nrei / sakit setelah latihan pada pagi dan malam hari.
Pemeriksaan Fisik
Lingkup gerak sendi (ROM) menjadi terbatas di kaji adanya kontraktur pada spasme otot dan krepitasi.
Riwayat Psikologis
Osteoartritis mayoritas terjadi pada usia lanjut. Pengkajian diarahkan pada perubahan-perubahan psikologis yang terjadi secara alami maupun yang menyertai penyakit. Seringkali pasien merasa ketakutan untuk melakukan aktivitas, hubungan dengan orang lain menjadi berkurang.
Pemeriksaan Diagnostik
Hasil laboratorium tidak menunjukkan tanda-tanda inflamasi. Hasil rontgen foto menunjukkan adanya gambaran abnormal pada sendi.
Adapun data-data yang digunakan adalah :
Data Subjektif
Pada pasien dengan kondisi kesehatan lainnya baik ditanyakan :
1. Kapan timbal rasa nyeri ?
2. Apa yang dapat mengurangi nyeri ?
3. Sendi mana yang terserang ?
4. Modifikasi apakah yang telah dikerjakan untuk kegiatan ADL kera adanya nyeri ?
Data Objektif
a. Sendi yang terserang tampak normal :
Cek apakah sendi lembek, krepitasinya bagaimana ?
Palpasi apakah bengkak, ukuran sendi tidak beraturan, atau ada deformitas lateral yang terjadi ?
b. Amati cara berjalan pasien.
c. Amati kebebasan gerakan sendi.
d. Kaki apakah ada keterbatasan dari leer dan pinggang
B. DIAGNOSA
Setelah data pasien osteoartritis dikaji dan di analisa maka diagnosa keperawatan yang timbul antara lain :
Gangguan rasa nyaman Nyeri.
Gangguan mobilitas.
Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, deformitas.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan imobilisasi dan nyeri pada sendi..
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Nyeri berhubungan dengan degenerasi sendi.
Potensial cedera.
C. INTERVENSI DAN RASIONAL
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji intensitas nyeri.
2. Istirahat dan tidur yang adekuat.
3. Berikan kompres hangat pada area yang mengalami nyeri.
4. Arahkan untuk latihan nafas dalam.
5. Berikan analgetik sesuai program pengobatan dokter.
6. Rujuk pasien pada bagian terapi fisik sesuai program
1. Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan intervensi.
2. Dapat menurunkan stress, mengurangi ketegangan otot, dapat menghambat impuls-impuls.
3. Panas dapat meningkatkan sirkulasi, relaksasi otot-otot dan menurunkan kekuatan serta kemungkinan merangsang pengeluaran endokrin.
4. Kegiatan ini upaya untuk pengalihan nyeri dan upaya relaksasi
5. Untuk menurunkan rasa nyeri yang dirasakan.
6. Terapi fisik dapat mengevaluasi derajat mobilitas pasien dan rencana program latihan yang tepat dengan kebutuhan khusus pasien. Latihan reguler membantu mempertahankan fleksibilitas sendi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E., RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN : PEDOMAN UNTUK PERENCANAAN DAN PENDOKUMENTASIKAN PERAWATAN Ed. 3, 2000, EGC : Jakarta.
Gibson J., FISOLOGI DAN ANOTOMI MODERN UNTUK PERWAT Ed. 2, 2003, EGC : Jakarta.
Price, Sylvia A., PATOFISIOLOGI Ed. 4, 1995, EGC : Jakarta
Rasjad, Prof. Dr. Chairuddin, Ph.D., FICS., ILMU ORTOPEDI, 2000, EGC : Jakarta.
Barbara., RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Volume 2, 2001, EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C., BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Brunner & Suddarth Ed. 8 Volume 3, 2001, EGC : Jakarta.
http://www.fortunestar.co.id/health.
http://www.cermindunia kedokteran.co.id
http://tutorme.blogspot.com/2007/08/osteoartritis-pengapuran sendi
www.merapi.net-pharmaceutical & healthcare distributor
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendin, otot, tendon, dan bursa. Masalah yang terjadi berhubungan dengan struktur ini yang sering dijumpai pada semua kelompok usia. Masalah sistem muskuloskeletal biasanya tidak mengancam jiwa, namun mempunyai dampak yang bermakna terhadap aktivitas dan produktivitas penderita.
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25 % berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50 %. Kesehatan dan baiknya fungsi sistem muskuloskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.
Adapun disebut dengan matriks tulang dimana menyimpan kalsium, fosfor, magnesium dan fluor. Lebih dari 99 % kalsium tubuh totak terdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah yang terletak dalam rongga tulang menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang dinamakan hematopoiesis.
Penyakit artritis (radang sendi) dianggap sebagai satu keadaan yang sebenarnya terdiri atas lebih 100 tipe kelainan yang berbeda. Penyakit ini trutama mengenai otot-otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian pada lakilaki maupun wanita dengan segala usia.
Dampak keadaan ini dapat mengancam jiwa penderitanya atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh penyakit reumatik /artritis tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan aktifitas hidup sehari-haritetapi juga efek sistematik yang tidak jelas. Di klasifikasi menurut kategorinya, dan salah satunya adalah kelainan kartilago dengan nama penyakit osteoartritis.
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah
1. Untuk mengetahui konsep medik dari penyakit osteoartritis
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien yang menderita penyakit osteoartritis.
BAB II
KONSEP MEDIK
A. PENGERTIAN DARI SUDUT PANDANG MEDIS
Osteoartritis adalah Adalah suatu penyakit tulang kronik dimana terjadi pelunakan dan desintegrasi dari tulang rawan sendi disertai pembentukan tulang dan tulang rawan baru pada tepi sendi (osteofit) dan terjadi fibrosis kapsul sendi
Osteoartritis juga disebut sebagai penyakit sendi degeneratif yang merupakan gangguan noninflamasi yang dicirikan oleh perubahan degeneratif pada kartilago artikuler dan pertumbuhan berlebihan pada tulang. (Barbara,2001 )
Osteoartritis adalah penyakit degeneratif sendi, disebabkan oleh multi-faktor : genetic, usia, metabolik, traumatik dan infeksi. Tidak mengancam jiwa tapi menurunkan kualitas hidup penderita. (Prof. Dr. Chairuddin Rasjad, Ph.D., FICS, 2000).
Osteoartritis merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer, Suzanne C, 2001)
Osteoartritis adalah penyakit sendi menahun yang ditandai dengan kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. (www.fortunestar.co.id/health).
Akibat yang ditimbulkan yaitu :
1. Mekanisme abnormal pada proses penuaan
2. Trauma
3. Kerusakan tulang rawan sendi
4. Tidak berkaitan dengan faktor
5. Sistemik atau infeksi
B. ETIOLOGI
Pada permulaan terjadi fibrilasi, penipisan dan robekan lapisan tulang rawan.
Kemudian sekunder terjadi perubahan tulang di bawahnya berupa osteofit, kista dan sklerosis yang menyebabkan hilangnya lapisan tulang rawan, disorganisasi permukaan tulang sendi, fibrosis pada kapsula, ankilosis dan hilangnya fungsi persendian.
Ada beberapa faktor predisposisi / resiko yang diketahui berhubungan yaitu :
1. Usia yang rentan lebih dari 40 tahun.
2. Jenis Kelamin wanita yang lebih sering terkena.\
3. Suku bangsa
4. Genetik.
5. Kegemukan / Obesitas dan penyakit metabolic
6. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga.
7. Kelainan pertumbuhan
8. Kepadatan tulang.
C. KLASIFIKASI
Ada 2 jenis klasifikasi yaitu :
Osteoarthritis Primer
Penyebab yang jelas tidak diketahui, tapi dianggap hereditas. Berhubungan dengan usia dan merupakan keausan tulang rawan akibat proses penuaan.
Osteoarthritis Sekunder
Akibat penyakit atau kelainan tertentu, seperti infeksi sendi,
fraktur intra-artikular dan disebabkan kerusakan pada sinovia.
D. MANIFESTASI KLINIK
Umumnya terdapat pada manula. Gejala utama adalah rasa nyeri terutama waktu istirahat sesudah sendi bersangkutan banyak digunakan. Kaku sendi pada pagi hari dan sesudah istirahat. Dalam keadaan akut terdapat pembengkakan tulang, nyeri tekan, rasa panas lokal, krepitasi dan pembatasan gerakan. Gangguan fungsi, karena gangguan gerakan pada sendi yang terserang. Deformitas, juga karena kerusakan sendi, tulang rawan, tulang osteofit dan benjolan-benjolan Heberden (DIP-joint) dan Bouchard (PIP-joint) pes varus dan hallux valgus.
Nyeri
Kaku sendi
Pembengkakan
Gangguan pergerakan
Deformitas
Nodus Heberden dan Bouchard
E. INSIDENS
1. Di Indonesia (1997), diperkirakan sekitar 12 juta kasus dari 207 juta penduduk sehingga dalam persen 6 %.
2. Sedangkan di Amerika sekitar 16 juta kasus osteoartritis yang terjadi.
F. PROGNOSIS
Biasanya berjalan lambat, problem utama yang paling sering dijumpai adalah nyeri apabila sendi tersebut dipakai dan meningkatnya ketidakstabilan bila harus menanggung beban, khususnya pada lutut.
G. PENANGANAN
Bertujuan untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada sendi tersebut dan untuk mengatasi nyeri dan kaku sendi guna mempertahankan mobilitas. Maka digunakan beberapa pengobatan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik, ada beberapa :
Mal-alignment sendi, pembengkakan sendi local, jalan pincang, krepitasi, nyeri tekan, efusi sendi, deformitas sendi ROM (Range of Movement) terbatas.
2. Terapi
Umumnya dimulai secara konservatif dengan istirahat di tempat. Jika tidak berhasil baru dipikirkan intervensi operatif sesudah penyebab dan lokasinya ditetapkan
3. Terapi fisik yaitu fisioterapi dan terapi panas berguna untuk menghilangkan nyeri dan mempertahankan kekuatan otot dan jangkauan gerakan.
4. Pemeriksaan laboratorium
Osteoartritis adalah gangguan artritis lokal, sehingga tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk menegakkan diagnosis. Uji laboratorium adakalanya digunakan untuk menyingkirkan bentuk-bentuk arthritis lainnya.
5. pada fase lanjut dilakukan cara operasi bertujuan untuk membuang badan-badan yang lepas, memperbaiki jeringan penyokong yang rusak ataukah untuk menggantikan seluruh sendi.
6. Temuan radiologik Penyempitan ruang sendi karena tulang rawan sendi menyusut. Ditemukan juga peningkatan densitas tulang disekitar sendi.
7. Untuk membantu mengurangi nyeri digunakan analgesik atau NSAID Glucosamin dan Chondroitin.
8. Osteoartritis pada tingkat tertentu diharapkan dapat sembuh.
H. PENATALAKSANAAN
Lindungi sendi dari trauma tambahan.
Hindari kegiatan yang meningkatkan tegangan BB pada sendi yang sakit.
Penggunaan tongkat atau alat bantu berjalan.
Mengurangi BB pada penderita yang gemuk.
Latihan jangkauan gerak
Penggantian sendi (artroplasti)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Riwayat Keperawatan
Perawat mengidentifikasikan gejala-gejala yang biasanya timbul secara bertahap dan perjalanannya lambat. Pasien sering kali mengeluh nrei / sakit setelah latihan pada pagi dan malam hari.
Pemeriksaan Fisik
Lingkup gerak sendi (ROM) menjadi terbatas di kaji adanya kontraktur pada spasme otot dan krepitasi.
Riwayat Psikologis
Osteoartritis mayoritas terjadi pada usia lanjut. Pengkajian diarahkan pada perubahan-perubahan psikologis yang terjadi secara alami maupun yang menyertai penyakit. Seringkali pasien merasa ketakutan untuk melakukan aktivitas, hubungan dengan orang lain menjadi berkurang.
Pemeriksaan Diagnostik
Hasil laboratorium tidak menunjukkan tanda-tanda inflamasi. Hasil rontgen foto menunjukkan adanya gambaran abnormal pada sendi.
Adapun data-data yang digunakan adalah :
Data Subjektif
Pada pasien dengan kondisi kesehatan lainnya baik ditanyakan :
1. Kapan timbal rasa nyeri ?
2. Apa yang dapat mengurangi nyeri ?
3. Sendi mana yang terserang ?
4. Modifikasi apakah yang telah dikerjakan untuk kegiatan ADL kera adanya nyeri ?
Data Objektif
a. Sendi yang terserang tampak normal :
Cek apakah sendi lembek, krepitasinya bagaimana ?
Palpasi apakah bengkak, ukuran sendi tidak beraturan, atau ada deformitas lateral yang terjadi ?
b. Amati cara berjalan pasien.
c. Amati kebebasan gerakan sendi.
d. Kaki apakah ada keterbatasan dari leer dan pinggang
B. DIAGNOSA
Setelah data pasien osteoartritis dikaji dan di analisa maka diagnosa keperawatan yang timbul antara lain :
Gangguan rasa nyaman Nyeri.
Gangguan mobilitas.
Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, deformitas.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan imobilisasi dan nyeri pada sendi..
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Nyeri berhubungan dengan degenerasi sendi.
Potensial cedera.
C. INTERVENSI DAN RASIONAL
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji intensitas nyeri.
2. Istirahat dan tidur yang adekuat.
3. Berikan kompres hangat pada area yang mengalami nyeri.
4. Arahkan untuk latihan nafas dalam.
5. Berikan analgetik sesuai program pengobatan dokter.
6. Rujuk pasien pada bagian terapi fisik sesuai program
1. Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan intervensi.
2. Dapat menurunkan stress, mengurangi ketegangan otot, dapat menghambat impuls-impuls.
3. Panas dapat meningkatkan sirkulasi, relaksasi otot-otot dan menurunkan kekuatan serta kemungkinan merangsang pengeluaran endokrin.
4. Kegiatan ini upaya untuk pengalihan nyeri dan upaya relaksasi
5. Untuk menurunkan rasa nyeri yang dirasakan.
6. Terapi fisik dapat mengevaluasi derajat mobilitas pasien dan rencana program latihan yang tepat dengan kebutuhan khusus pasien. Latihan reguler membantu mempertahankan fleksibilitas sendi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E., RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN : PEDOMAN UNTUK PERENCANAAN DAN PENDOKUMENTASIKAN PERAWATAN Ed. 3, 2000, EGC : Jakarta.
Gibson J., FISOLOGI DAN ANOTOMI MODERN UNTUK PERWAT Ed. 2, 2003, EGC : Jakarta.
Price, Sylvia A., PATOFISIOLOGI Ed. 4, 1995, EGC : Jakarta
Rasjad, Prof. Dr. Chairuddin, Ph.D., FICS., ILMU ORTOPEDI, 2000, EGC : Jakarta.
Barbara., RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Volume 2, 2001, EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C., BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Brunner & Suddarth Ed. 8 Volume 3, 2001, EGC : Jakarta.
http://www.fortunestar.co.id/health.
http://www.cermindunia kedokteran.co.id
http://tutorme.blogspot.com/2007/08/osteoartritis-pengapuran sendi
www.merapi.net-pharmaceutical & healthcare distributor
Sabtu, 08 Agustus 2009
ASKEP ALZHEIMER
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurology karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya penyakit degeneratife otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi yang merupakan penyebab utama demensia.
Isilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut unit Neurobehavior pada boston veterans Administration Medikal Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer (50-60) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20). Diperkirakan penderita demensia terutama penderita Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden demensia 187 populisi /100.000/tahun dan penderita alzeimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui apa itu Alzheimer ?
2. Tujuan khusus
Mengetahui pengertian Alzheimer ?
Mengetahui etiologi Alzheimer ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFENISI
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguandegenarif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003). Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di Negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.
II. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
III. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari
Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik
Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidaj setia lagi/selingkuh.
b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan mandi
Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi
Mengalami gangguan tidur
Keluyuran
Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui.)
c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan
Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh
Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk
IV. PATOGENESIS
1. Faktor Genetik
Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita Alzheimer mempunyai resiko menderita dimension 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok control normal pemeriksaan genetika DNA pada penderitaan Alzheimer dengan familial earli onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21, diregio proksimal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down sindrom mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plague dan penurunan market kolinegik pada jaringan otaknya yang mengambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer .Hasil penelitian penyakit Alzheimer terdapat anak kembar menunjukan 40-50 adalah monozygote dan 50 adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetic berperan dalam penyakit Alzheimer. Pada sporadic non familial (50-70), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan bahwa kemungkunan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer.
2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
a) Manifestasi klinik yang sama
b) Tidak adanya respon imun yang spesifik
c) Adanyan plak amyloid pada susunan saraf pusat
d) Timbulnya gejala mioklonus
e) Adanya gambaran spongioform
3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrilary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaannya aluminium adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.Ada dugaan bahwa asam amino glutamate akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolism energy seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan protein, anti typsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita demensia pugilistic, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti :
a) Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya deficit presinaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan neurotransmitter asetilkolin merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurotransmitter lainnya pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy selalu didapatkan kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.
b) Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal noradrenergik.
Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita Alzheimer menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al (1987),Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.
c) Dopamine
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter region hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine pada penderita Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan karena histopatologi region hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.
d) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acil pada biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nucleus rephe dorsalis
e) MAO (manoamin oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas normal MAO A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil dopamine, sedangakan MAO-B untuk deaminasi terutama dopamine. Pada penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipotalamus dan frontalis sedangakan MAO-B pada daerah temporal dan menurun pada nucleus basalis dari meynert.
V. Pemeriksaan penunjang
1.Neuropatologi
Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, system somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari :
a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula,down sindromeparkinson, SSPE, sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
b. Senile plague (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron pyramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus batang otak termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra. Kematian sel noradrenergic terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada anterhinal, gyrus cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit Alzheimer.
2. Pemeriksaan neuropsikologis
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungis konginitif umum dan mengetahui secara rinci pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostic yang penting karena :
a. Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif memungkinkan untuk membedakan kelainan kongnitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis denagn mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi gangguan fungsi kongnitif, dimana pemeriksaan terdiri dari :
1.Verbal fluency animal category
2.Modifikasi boston naming test
3.Mini mental state
4.Word list recall
5.Construction praxis
6.Word list memory
7.Word list recognition
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran vertikel keduannya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan denagn penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran vertikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (capping anterior home pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan usuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
5.PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme 02, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.
6.SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)
Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin
7.Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif.
VI.Kriteria Diagnosis
Terdapat beberapa kriteria untuk diagnosis klinis penyakit alzhemer yaitu :
1.Kriteria diagnosis tersangka penyakit Alzheimer terdiri dari :
Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik
Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi>2
Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering > 65 tahun
Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya
2. Diagnosis tersangka penyakit Alzheimer ditunjang oleh:
Perburukan (gangguan berbahasa)
ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi
Pada gambaran EEG memberiakan gambaran normal atau perubahan non spesifik seperti peningkatan aktivitas gelomabang lambat
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri
3.Gambaran lain tersangka diagnosis penyakit Alzheimer setelah dikeluarkan penyebab demensia lainnya terdiri dari :
Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot,mioklonus atau gangguan berjalan
Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
4.Gambaran diagnosis tersangka penyakit Alzheimer yang tidak jelas terdiri dari :
Awitan mendadak
Diketemukan gejala neurologic fokal seperti hemiparase, hipestesia, defisit lapangan pandang dan gangguan koordinasi
Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan
5. Diagnosis klinis kemungkinan penyakit Alzheimer adalah :
Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologic lain, gejala psikiatrik atau kelainan sistemik yang menyebabkan demensia
Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab lainnya
6.Kriteria diagnosis pasti penyakit Alzheimer adalah gabungan dari criteria klinik tersangka penyakit Alzheimer dan didapatkan gambaran histopatologi dari biopsy atau otopsi.
VII.PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan
1.Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer .
2.Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3.Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4.Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5.Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6.Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Adapun pengkalian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
Aktifitas istirahat
Gejala : merasa leleh
Tanda : siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan
Pola tidur Letargi dan gangguan keterampilan motorik.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik.hipertensi,episode emboli
Integritas ego
Gejala : curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kehilangan multiple.
Tanda : menyembunyikan ketidakmampuan, duduk dan
menonton yang
lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk
benda tidak bergerak dan
emosi stabil
Eliminasi
Gejala : Dorongan berkemih
Tanda : Inkontinensia urine/feaces
Makanan/cairan
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia, perubahan
dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan.
Tanda : kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan.dan tampak semakin kurus.
Higene
Gejala : Perlu bantuan tergantung orang lain
Tanda : kebiasaan personal yang kurang, lupa untuk pergi kekamar mandi dan kurangberminat pada waktu makan
Neurosensori
Gejala : Peningkatan terhadap gejala yang ada terutama
perubahan kognitif,
kehilangan sensasi propriosepsi dan adanya
riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik serta aktifitas kejang.
Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius,
trauma kecelakaan
Tanda : Ekimosis laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
Integritas social
Gejala : Mersa kehilangan kekuatan
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat
2.Diagnosa keperawatan
1. Resiako terhadap trauma berhubungan dengan:
a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan
c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang
2. Perubahan proses piker berhubungan dengan:
a. Degenerasi neuron irreversible
b. Kehilangan Memori
c. Konflik psikologis
d. Deprivasi tidur
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan :
a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
a. Perubahan pada sensori
b. Tekanan psikologik
c. Perubahan pada pola aktivitas
5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih dari kebutuhan
berhubungan dengan :
a. Perubahan sensori
b. Kerusakan penilaian dan koordinasi
c. Agitasi
d. Mudah lupa, kemunduran hobi dan penyambunyian
6. perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :
a. kehilangan fungsi neurologis/tonus otot
b. ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
c. Perubahan diet atau pemasukan makanan
7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubung dengan :
a. Kacau mental, pelupa dan disorientasi pada tempat atau orang
b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control perilaku
c. kurang keinginan /penolakan seksual oleh orang terdekat
d. Kurang privasi
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungen dengan :
a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu
b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yangdicintanya
c. Hubungan keluarga sangat ambivalen
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan :
a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan
c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang
Intervensi Rasionalisasi
Kaji derajat gangguan kemampuan kompetensi munculnya tingkah laku yang impulsive dan penurunan persepsi visual. Bantu orang terdekat untuk mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
Hilangkan/minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan
Alihkan perhatian klien ketika prilaku teragitasi atau bahaya seperti keluar dari tempat tidur dengan memanjat pagar tempat tidur tersebut Penurunan persepsi visual meningkatkan resiko terjatuh. Mengidentifikasi resiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya.
Seorang dengan gangguan kognitif dan gangguan persepsi merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap kemampuan keamanan yang dasar atau mengevaluasi keadaan tertentu.
Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan prilaku/meningkatkan resiko terjadinya trauma
2.Perubahan proses piker berhubungan dengan :
a. Degenerasi neuro irreversible
b. Kehilangan Memori
c. Konflik psikologis
d. Deprivasi tiduran
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tingkat gangguan kognitif seperti perubahan orientasiterhadap orang, tempat dan waktu, rentang, perhatian, kemampuan berpikir. Bicarakan dengan orang terdekat mengenai perubahan tingkah laku yang biasa /lamanya masalah yang telah ada
Pertahankan lingkungan yang tenang menyenangkan
Tatap wajah ketika berbicara dengan pasien
Panggil pasien dengan namanya
Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara perlahan pada pasien Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan dating dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi
Kebisingan, keramaian, orang banyak biasanya merupakan sensori yang berlebihan dan dapat meningkatkan gangguan neuron
Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
Nama merupakan bentuk identitas diri dan menimbulkan pengenalan terhadap realita dan individu
Meningkatkan kemungkinan pemahaman
3.Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan :
a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi individu yang termasuk didalamnya adalah penurunan penglihatan/pendengaran
Berikan sentuhan dalam cara perhatian Karena keterlibatan otak biasanya global, yaitu dalam persentasi kecil mungkin memperlihatkan masalah yang bersifat asimetri yang menyebabkan pasien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuhnya
Dapat meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri
Mengkomunikasikan kenyamanan melalui berbagai cara
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
a. Perubahan pada sensori
b. Tekanan psikologik
c. Perubahan pada pola aktivitas
intervensi Rasionalisasi
Berikan kesempatan untuk istirahat/tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas fisik/mental pada sore hari
Hindari penggunaan pengikatan secara terus menerus
Berikan makanan kecil pada sore hari Karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktifitas yang terprogram tanpa stimulus yang berlebihan dapat meningkatkan waktu tidur
Resiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu tidur
Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk
5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih kebutuhan berhubungan dengan:
a. Perubahan sensori
b. Kerusakan penilaian dan koordinasi
c. Agitasi
d. Mudah lupa,kemunduran hobi dan penyembunyian
Rencana Keperawatan
Intervensi Rasional
Kaji pengetahuan pasien/orang terdekat mengenai
Tentukan jumlah latihan/langkah yang pasien lakukan
Usahakan untuk memberikan makanan kecil setiap kira-kira satu jam sesuai kebutuhan
Berikan waktu yang leluasa untuk makan
Kolaborasi
Rujuk konsultasikan dengan ahli gizi Identifikasi kebutuhan untuk menbantu memformulasikan perencanaan pendidikan secara individual
Masukan nutrisi mungkin perlu untuk memenuhi kebutuhan yang mendekati berhubungan dengan kecukupan kalori secara individu
Makanan dalam jumlah yang besar mungkin terlalu banyak untuk pasien yang mengakibatkan kesulitan dalam menelan. Makanan kecil bisa meningkatkan masukan yang sesuai. Pembatasan jumlah makanan yang diupayakan hanya sekali waktu pemberian akan menurun kebingungan pasien mengenai makanan mana yang dipilih
Pendekatan yang santai membantu pencernaan makanan dan menurunkan kemungkinan untuk marah yang dicetuskan oleh keramaian
Bantuan mungkin diperlukan untuk menggembangkan kesembangan diet secara individu untuk menemukan kebutuhan pasien/makanan yang disukai
6.Perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :
a. Kehilangan fungsi neurologis/tonus otot
b. Ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
c. Perubahan diet atau pemasukan makanan
Intervensi Rasional
Kaji pola yang sebelumnya dan bandingkan dengan yang sekarang
Letakan tempat tidur dengan kamar mandi jika memungkinkan buatkan tanda tertentu dipintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup tertentu malam hari
Buat program latihan defikasi/kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya
Anjurkan menu adekuat selama siang hari,diet tinggi serat dari sari buah. Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur
Kolaborasi
Berikan obat pelembab feces, metamacil,gliserin supositoria sesuai indikasi Memberikan informasi mengenai perubahan yang mungkin selanjutnyamemerlukan pengkajian/intervensi
Meningkatkan orientasi/penemuan kamar mandi. Inkontinensia mungkin disertai ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih
Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh dan membantu menghindari kecelakaan
Menurunkan resiko konstipasi/dehidrasi.Pembatasan minum pada sore menjelang malam dapat menurunkan seringnya berkemih/inkontinensia pada malam hari
Mungkin diperlukan untuk memfasilitasi/menstimulasi deteksi yang teratur
7.Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan :
a. Kacau mental, pelupa dan disorintasi pada tempat atau orang
b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control prilaku
c. Kurang keinginan/penolakan seksual oleh orang terdekat
d. Kurang privasi
Intervensi Rasional
Kaji kebutuhan/ kemampuan pasien secara individu
Anjurkan pasangan untuk memperlihatkan penerimaan/perhatiannya
Berikan jaminan terhadap privasi
Gunakan distraksi sesuai dengan kebutuhan. Ingatkan pasien bahwa ini merupakan tempat umum(tempat masyarakat banyak) dan tingkah laku yang dilakukan sekarang tidak dapat diterima
Berikan waktu yang cukup untuk menjelaskan/mendiskusikan perhatian dari orang terdekat Metode alternative perlu diciptakan pada keadaan tertentu untuk memfasilitasi kebutuhan akan intimasi(keinginan untuk melakukan hubungan seksual)
Seseorang dengan gangguan kognitif biasanya kebutuhan dasarnya pada efektif, rasa cinta, perasaan diterima, dan ekspresi seksual
Tingkah laku ekspresi seksual mungkin berbeda. Privasi memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan keinginan seksualnya tanpa hambatan dari orang lain
Merupakan satu alat yang paling bermanfaat ketika tingkah laku yang tidak sesuai, Seperti membuka pakaian
Mungkin memerlukan informasikan dan atau konseling mengenai alternatif tertentu dalam melakukan aktifitas/agresi seksual
8.Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan :
a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu
b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yang dicintainya
c. Hubungan keluarga sangat ambivalen
Intervensi Rasional
Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan pasien dirumah
Buat prioritas
Realitas dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan yang ada
Bicarakan semua kontinu kemampuan keluarga dalam merawat pasien dirumah
Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan kecemasannya
Diskusikan kemungkinan adanya isolasi. Berikan penguatan terhadap kebutuhan terhadap system dukungan
Kolaborasi
Rujuk pada sumber-sumber penyokong setempat seperti perawatan lansia pada siang hari, pelayanan dirumah, berhubungan dengan asosiasi penyakit Dapat memudahkan beban terhadap penangganan dan adaptasi rumah
Membantu membuat satu pesan tertentu dan memfasilitasi pemecahan masalah
Menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru seperti individu tersebut dapat menemukan kembali tingkat kemampuan pada masa lalu setelah penggunaan obat tertentu
Tingkah laku yang terhalang, tuntutan perawatan tinggi dan seterusna dapat menimbulkan keluarga akan menarik diri dari pergaulan social
Orang terdekat memerlukan dukungan yang dihadapi akan meningkatkan selama mengatasi penyakit untuk memudahkan proses adaptasi
Kepercayaan bahwa individu dapat menemukan semua kebutuhan pasien meningkatkan resiko penyakit fisik/mental
Koping dengan individu seperti ini adalah tugas perlu waktu dan membuat frustasi
Evaluasi
1. Tidak mengalami trauma, keluarga mampu mengenali risiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasikan tahap-tahap untuk memperbaikinya
2. Mampu mengenali perubahan dalam berpikir/tingkah laku dan faktor-faktor penyebab jika memungkinkan
3. Mampu mendemonstrasikan respon yang meningkatkan/sesuai dengan stimulasi
4. Mendapatkan diet nutrisi yang seimbang dan mampu mempertahankan kembali berat badan yang sesuai
5. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang
6. Mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat
7. Mampu mengidentifikasi/mengungkapkan dalam diri mereka sendiri untuk mengatasi keadaan
8. Memenuhi kebutuhan seksualitas dalam cara yang dapat diterima
BAB IV
A. Kesimpulan
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguandegenarif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003 ). Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di Negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik
B. Saran
Kita tahu otak merupakan organ yang sangat kompleks. Dimana di otak terdapat area-area yang mengatur fungsi tertentu. Untuk itu ada beberapa tips yang bisa diikuti bila ada anggota keluarga ada yang menderita penyakit alzheimer : Buat cacatan kecil, untuk membantu mengingat,Ciptakan suasana yang menyenangkan, Hindari memaksa pasien untuk mengingat sesuatu atau melakukan hal yang sulit karena akan membuat pasien cemas, Usahakan untuk berkomunikasi lebih sering, Buatlah lingkunganyang aman,Ajarkan pasien berjalan-jalan pada waktu siang hari,Bergaya hidup sehat,Mengkonsumsi sayur
DAFTAR PUSTAKA
http://www.indonesiaindonesia.com/f/9951-alzheimer/
http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=2002
Corwin J. Elisabet.2004.patofisiologi untuk perawat.EGC,Jakarta.
Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare.2001. KMB vol 3. Hal.2194 BAB 60 UNIT 15.EGC.Jakarta.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurology karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya penyakit degeneratife otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi yang merupakan penyebab utama demensia.
Isilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut unit Neurobehavior pada boston veterans Administration Medikal Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer (50-60) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20). Diperkirakan penderita demensia terutama penderita Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden demensia 187 populisi /100.000/tahun dan penderita alzeimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui apa itu Alzheimer ?
2. Tujuan khusus
Mengetahui pengertian Alzheimer ?
Mengetahui etiologi Alzheimer ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFENISI
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguandegenarif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003). Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di Negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.
II. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
III. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari
Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik
Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidaj setia lagi/selingkuh.
b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan mandi
Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi
Mengalami gangguan tidur
Keluyuran
Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui.)
c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan
Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh
Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk
IV. PATOGENESIS
1. Faktor Genetik
Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita Alzheimer mempunyai resiko menderita dimension 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok control normal pemeriksaan genetika DNA pada penderitaan Alzheimer dengan familial earli onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21, diregio proksimal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down sindrom mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plague dan penurunan market kolinegik pada jaringan otaknya yang mengambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer .Hasil penelitian penyakit Alzheimer terdapat anak kembar menunjukan 40-50 adalah monozygote dan 50 adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetic berperan dalam penyakit Alzheimer. Pada sporadic non familial (50-70), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan bahwa kemungkunan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer.
2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
a) Manifestasi klinik yang sama
b) Tidak adanya respon imun yang spesifik
c) Adanyan plak amyloid pada susunan saraf pusat
d) Timbulnya gejala mioklonus
e) Adanya gambaran spongioform
3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrilary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaannya aluminium adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.Ada dugaan bahwa asam amino glutamate akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolism energy seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan protein, anti typsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita demensia pugilistic, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti :
a) Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya deficit presinaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan neurotransmitter asetilkolin merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurotransmitter lainnya pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy selalu didapatkan kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.
b) Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal noradrenergik.
Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita Alzheimer menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al (1987),Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.
c) Dopamine
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter region hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine pada penderita Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan karena histopatologi region hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.
d) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acil pada biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nucleus rephe dorsalis
e) MAO (manoamin oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas normal MAO A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil dopamine, sedangakan MAO-B untuk deaminasi terutama dopamine. Pada penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipotalamus dan frontalis sedangakan MAO-B pada daerah temporal dan menurun pada nucleus basalis dari meynert.
V. Pemeriksaan penunjang
1.Neuropatologi
Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, system somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari :
a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula,down sindromeparkinson, SSPE, sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
b. Senile plague (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron pyramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus batang otak termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra. Kematian sel noradrenergic terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada anterhinal, gyrus cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit Alzheimer.
2. Pemeriksaan neuropsikologis
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungis konginitif umum dan mengetahui secara rinci pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostic yang penting karena :
a. Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif memungkinkan untuk membedakan kelainan kongnitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis denagn mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi gangguan fungsi kongnitif, dimana pemeriksaan terdiri dari :
1.Verbal fluency animal category
2.Modifikasi boston naming test
3.Mini mental state
4.Word list recall
5.Construction praxis
6.Word list memory
7.Word list recognition
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran vertikel keduannya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan denagn penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran vertikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (capping anterior home pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan usuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
5.PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme 02, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.
6.SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)
Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin
7.Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif.
VI.Kriteria Diagnosis
Terdapat beberapa kriteria untuk diagnosis klinis penyakit alzhemer yaitu :
1.Kriteria diagnosis tersangka penyakit Alzheimer terdiri dari :
Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik
Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi>2
Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering > 65 tahun
Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya
2. Diagnosis tersangka penyakit Alzheimer ditunjang oleh:
Perburukan (gangguan berbahasa)
ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi
Pada gambaran EEG memberiakan gambaran normal atau perubahan non spesifik seperti peningkatan aktivitas gelomabang lambat
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri
3.Gambaran lain tersangka diagnosis penyakit Alzheimer setelah dikeluarkan penyebab demensia lainnya terdiri dari :
Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot,mioklonus atau gangguan berjalan
Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
4.Gambaran diagnosis tersangka penyakit Alzheimer yang tidak jelas terdiri dari :
Awitan mendadak
Diketemukan gejala neurologic fokal seperti hemiparase, hipestesia, defisit lapangan pandang dan gangguan koordinasi
Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan
5. Diagnosis klinis kemungkinan penyakit Alzheimer adalah :
Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologic lain, gejala psikiatrik atau kelainan sistemik yang menyebabkan demensia
Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab lainnya
6.Kriteria diagnosis pasti penyakit Alzheimer adalah gabungan dari criteria klinik tersangka penyakit Alzheimer dan didapatkan gambaran histopatologi dari biopsy atau otopsi.
VII.PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan
1.Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer .
2.Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3.Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4.Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5.Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6.Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Adapun pengkalian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
Aktifitas istirahat
Gejala : merasa leleh
Tanda : siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan
Pola tidur Letargi dan gangguan keterampilan motorik.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik.hipertensi,episode emboli
Integritas ego
Gejala : curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kehilangan multiple.
Tanda : menyembunyikan ketidakmampuan, duduk dan
menonton yang
lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk
benda tidak bergerak dan
emosi stabil
Eliminasi
Gejala : Dorongan berkemih
Tanda : Inkontinensia urine/feaces
Makanan/cairan
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia, perubahan
dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan.
Tanda : kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan.dan tampak semakin kurus.
Higene
Gejala : Perlu bantuan tergantung orang lain
Tanda : kebiasaan personal yang kurang, lupa untuk pergi kekamar mandi dan kurangberminat pada waktu makan
Neurosensori
Gejala : Peningkatan terhadap gejala yang ada terutama
perubahan kognitif,
kehilangan sensasi propriosepsi dan adanya
riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik serta aktifitas kejang.
Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius,
trauma kecelakaan
Tanda : Ekimosis laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
Integritas social
Gejala : Mersa kehilangan kekuatan
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat
2.Diagnosa keperawatan
1. Resiako terhadap trauma berhubungan dengan:
a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan
c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang
2. Perubahan proses piker berhubungan dengan:
a. Degenerasi neuron irreversible
b. Kehilangan Memori
c. Konflik psikologis
d. Deprivasi tidur
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan :
a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
a. Perubahan pada sensori
b. Tekanan psikologik
c. Perubahan pada pola aktivitas
5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih dari kebutuhan
berhubungan dengan :
a. Perubahan sensori
b. Kerusakan penilaian dan koordinasi
c. Agitasi
d. Mudah lupa, kemunduran hobi dan penyambunyian
6. perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :
a. kehilangan fungsi neurologis/tonus otot
b. ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
c. Perubahan diet atau pemasukan makanan
7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubung dengan :
a. Kacau mental, pelupa dan disorientasi pada tempat atau orang
b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control perilaku
c. kurang keinginan /penolakan seksual oleh orang terdekat
d. Kurang privasi
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungen dengan :
a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu
b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yangdicintanya
c. Hubungan keluarga sangat ambivalen
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan :
a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan
c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang
Intervensi Rasionalisasi
Kaji derajat gangguan kemampuan kompetensi munculnya tingkah laku yang impulsive dan penurunan persepsi visual. Bantu orang terdekat untuk mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
Hilangkan/minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan
Alihkan perhatian klien ketika prilaku teragitasi atau bahaya seperti keluar dari tempat tidur dengan memanjat pagar tempat tidur tersebut Penurunan persepsi visual meningkatkan resiko terjatuh. Mengidentifikasi resiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya.
Seorang dengan gangguan kognitif dan gangguan persepsi merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap kemampuan keamanan yang dasar atau mengevaluasi keadaan tertentu.
Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan prilaku/meningkatkan resiko terjadinya trauma
2.Perubahan proses piker berhubungan dengan :
a. Degenerasi neuro irreversible
b. Kehilangan Memori
c. Konflik psikologis
d. Deprivasi tiduran
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tingkat gangguan kognitif seperti perubahan orientasiterhadap orang, tempat dan waktu, rentang, perhatian, kemampuan berpikir. Bicarakan dengan orang terdekat mengenai perubahan tingkah laku yang biasa /lamanya masalah yang telah ada
Pertahankan lingkungan yang tenang menyenangkan
Tatap wajah ketika berbicara dengan pasien
Panggil pasien dengan namanya
Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara perlahan pada pasien Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan dating dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi
Kebisingan, keramaian, orang banyak biasanya merupakan sensori yang berlebihan dan dapat meningkatkan gangguan neuron
Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
Nama merupakan bentuk identitas diri dan menimbulkan pengenalan terhadap realita dan individu
Meningkatkan kemungkinan pemahaman
3.Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan :
a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi individu yang termasuk didalamnya adalah penurunan penglihatan/pendengaran
Berikan sentuhan dalam cara perhatian Karena keterlibatan otak biasanya global, yaitu dalam persentasi kecil mungkin memperlihatkan masalah yang bersifat asimetri yang menyebabkan pasien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuhnya
Dapat meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri
Mengkomunikasikan kenyamanan melalui berbagai cara
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
a. Perubahan pada sensori
b. Tekanan psikologik
c. Perubahan pada pola aktivitas
intervensi Rasionalisasi
Berikan kesempatan untuk istirahat/tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas fisik/mental pada sore hari
Hindari penggunaan pengikatan secara terus menerus
Berikan makanan kecil pada sore hari Karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktifitas yang terprogram tanpa stimulus yang berlebihan dapat meningkatkan waktu tidur
Resiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu tidur
Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk
5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih kebutuhan berhubungan dengan:
a. Perubahan sensori
b. Kerusakan penilaian dan koordinasi
c. Agitasi
d. Mudah lupa,kemunduran hobi dan penyembunyian
Rencana Keperawatan
Intervensi Rasional
Kaji pengetahuan pasien/orang terdekat mengenai
Tentukan jumlah latihan/langkah yang pasien lakukan
Usahakan untuk memberikan makanan kecil setiap kira-kira satu jam sesuai kebutuhan
Berikan waktu yang leluasa untuk makan
Kolaborasi
Rujuk konsultasikan dengan ahli gizi Identifikasi kebutuhan untuk menbantu memformulasikan perencanaan pendidikan secara individual
Masukan nutrisi mungkin perlu untuk memenuhi kebutuhan yang mendekati berhubungan dengan kecukupan kalori secara individu
Makanan dalam jumlah yang besar mungkin terlalu banyak untuk pasien yang mengakibatkan kesulitan dalam menelan. Makanan kecil bisa meningkatkan masukan yang sesuai. Pembatasan jumlah makanan yang diupayakan hanya sekali waktu pemberian akan menurun kebingungan pasien mengenai makanan mana yang dipilih
Pendekatan yang santai membantu pencernaan makanan dan menurunkan kemungkinan untuk marah yang dicetuskan oleh keramaian
Bantuan mungkin diperlukan untuk menggembangkan kesembangan diet secara individu untuk menemukan kebutuhan pasien/makanan yang disukai
6.Perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :
a. Kehilangan fungsi neurologis/tonus otot
b. Ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
c. Perubahan diet atau pemasukan makanan
Intervensi Rasional
Kaji pola yang sebelumnya dan bandingkan dengan yang sekarang
Letakan tempat tidur dengan kamar mandi jika memungkinkan buatkan tanda tertentu dipintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup tertentu malam hari
Buat program latihan defikasi/kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya
Anjurkan menu adekuat selama siang hari,diet tinggi serat dari sari buah. Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur
Kolaborasi
Berikan obat pelembab feces, metamacil,gliserin supositoria sesuai indikasi Memberikan informasi mengenai perubahan yang mungkin selanjutnyamemerlukan pengkajian/intervensi
Meningkatkan orientasi/penemuan kamar mandi. Inkontinensia mungkin disertai ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih
Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh dan membantu menghindari kecelakaan
Menurunkan resiko konstipasi/dehidrasi.Pembatasan minum pada sore menjelang malam dapat menurunkan seringnya berkemih/inkontinensia pada malam hari
Mungkin diperlukan untuk memfasilitasi/menstimulasi deteksi yang teratur
7.Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan :
a. Kacau mental, pelupa dan disorintasi pada tempat atau orang
b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control prilaku
c. Kurang keinginan/penolakan seksual oleh orang terdekat
d. Kurang privasi
Intervensi Rasional
Kaji kebutuhan/ kemampuan pasien secara individu
Anjurkan pasangan untuk memperlihatkan penerimaan/perhatiannya
Berikan jaminan terhadap privasi
Gunakan distraksi sesuai dengan kebutuhan. Ingatkan pasien bahwa ini merupakan tempat umum(tempat masyarakat banyak) dan tingkah laku yang dilakukan sekarang tidak dapat diterima
Berikan waktu yang cukup untuk menjelaskan/mendiskusikan perhatian dari orang terdekat Metode alternative perlu diciptakan pada keadaan tertentu untuk memfasilitasi kebutuhan akan intimasi(keinginan untuk melakukan hubungan seksual)
Seseorang dengan gangguan kognitif biasanya kebutuhan dasarnya pada efektif, rasa cinta, perasaan diterima, dan ekspresi seksual
Tingkah laku ekspresi seksual mungkin berbeda. Privasi memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan keinginan seksualnya tanpa hambatan dari orang lain
Merupakan satu alat yang paling bermanfaat ketika tingkah laku yang tidak sesuai, Seperti membuka pakaian
Mungkin memerlukan informasikan dan atau konseling mengenai alternatif tertentu dalam melakukan aktifitas/agresi seksual
8.Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan :
a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu
b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yang dicintainya
c. Hubungan keluarga sangat ambivalen
Intervensi Rasional
Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan pasien dirumah
Buat prioritas
Realitas dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan yang ada
Bicarakan semua kontinu kemampuan keluarga dalam merawat pasien dirumah
Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan kecemasannya
Diskusikan kemungkinan adanya isolasi. Berikan penguatan terhadap kebutuhan terhadap system dukungan
Kolaborasi
Rujuk pada sumber-sumber penyokong setempat seperti perawatan lansia pada siang hari, pelayanan dirumah, berhubungan dengan asosiasi penyakit Dapat memudahkan beban terhadap penangganan dan adaptasi rumah
Membantu membuat satu pesan tertentu dan memfasilitasi pemecahan masalah
Menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru seperti individu tersebut dapat menemukan kembali tingkat kemampuan pada masa lalu setelah penggunaan obat tertentu
Tingkah laku yang terhalang, tuntutan perawatan tinggi dan seterusna dapat menimbulkan keluarga akan menarik diri dari pergaulan social
Orang terdekat memerlukan dukungan yang dihadapi akan meningkatkan selama mengatasi penyakit untuk memudahkan proses adaptasi
Kepercayaan bahwa individu dapat menemukan semua kebutuhan pasien meningkatkan resiko penyakit fisik/mental
Koping dengan individu seperti ini adalah tugas perlu waktu dan membuat frustasi
Evaluasi
1. Tidak mengalami trauma, keluarga mampu mengenali risiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasikan tahap-tahap untuk memperbaikinya
2. Mampu mengenali perubahan dalam berpikir/tingkah laku dan faktor-faktor penyebab jika memungkinkan
3. Mampu mendemonstrasikan respon yang meningkatkan/sesuai dengan stimulasi
4. Mendapatkan diet nutrisi yang seimbang dan mampu mempertahankan kembali berat badan yang sesuai
5. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang
6. Mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat
7. Mampu mengidentifikasi/mengungkapkan dalam diri mereka sendiri untuk mengatasi keadaan
8. Memenuhi kebutuhan seksualitas dalam cara yang dapat diterima
BAB IV
A. Kesimpulan
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguandegenarif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003 ). Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di Negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik
B. Saran
Kita tahu otak merupakan organ yang sangat kompleks. Dimana di otak terdapat area-area yang mengatur fungsi tertentu. Untuk itu ada beberapa tips yang bisa diikuti bila ada anggota keluarga ada yang menderita penyakit alzheimer : Buat cacatan kecil, untuk membantu mengingat,Ciptakan suasana yang menyenangkan, Hindari memaksa pasien untuk mengingat sesuatu atau melakukan hal yang sulit karena akan membuat pasien cemas, Usahakan untuk berkomunikasi lebih sering, Buatlah lingkunganyang aman,Ajarkan pasien berjalan-jalan pada waktu siang hari,Bergaya hidup sehat,Mengkonsumsi sayur
DAFTAR PUSTAKA
http://www.indonesiaindonesia.com/f/9951-alzheimer/
http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=2002
Corwin J. Elisabet.2004.patofisiologi untuk perawat.EGC,Jakarta.
Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare.2001. KMB vol 3. Hal.2194 BAB 60 UNIT 15.EGC.Jakarta.
Langganan:
Komentar (Atom)